Saksi ahli saat menyampaikan pandangannya
SURABAYA, JAVATIMES -- Sidang dugaan kasus korupsi PDAU Nganjuk dengan kerugian negara Rp 1 miliar kembali dilanjutkan hari ini. Eks Direktur Utama (Dirut) Jaya Nur Edi duduk sebagai terdakwa.
Tak mau kalah dengan JPU, terdakwa juga turut menghadirkan ahli hukum pidana Dr. Muhammad Sholehuddin, S.H, M.H.
Muhammad Sholehuddin dihadirkan untuk memberikan pandangan hukum dalam kapasitas sebagai saksi yang meringankan untuk terdakwa Jaya Nur Edi.
Pandangan Ahli Pidana
Pada kesempatan itu, Muhammad Sholehuddin memaparkan pandangan hukum tentang lembaga negara yang berhak melakukan penghitungan kerugian dalam sebuah kasus pidana korupsi.
Sesuai konstitusi, hanya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang berhak melakukan audit kerugian negara. Lembaga lain, tidak bisa, kata dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Ni Putu Sri Indayani, S.H., M.H.
Dasar BPK melakukan audit kerugian negara, kata Sholehuddin telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
Dari tiga aturan itu sudah jelas dasar hukum BPK melaksanakan audit kerugian negara, ujarnya.
Dalam kasus dugaan korupsi di tubuh PDAU, jaksa menggandeng salah satu kantor akuntan publik (KAP) sebagai pihak yang melakukan audit kerugian negara. Hasil audit tersebut menemukan kerugian negara sekitar Rp 1 miliar.
Mengenai langkah jaksa menggunakan hasil audit KAP sebagai kelengkapan alat bukti kasus, Sholehuddin menilai jika hal tersebut sebagai sebuah inkonstitusional atau bertentangan dengan konstitusi.
Meskipun demikian, Sholehuddin menambahkan belum ada konsekuensi hukum terkait upaya jaksa atau penyidik menggandeng ahli audit di luar BPK.
Itu sah-sah saja dilakukan. Sepanjang itu menjadi kepentingan internal, ucap Sholehuddin.
Sholehuddin juga menjelaskan bahwa lembaga di luar BPK boleh melakukan audit kerugian negara, tetapi syaratnya harus ada rekomendasi dari BPK.
Artinya, institusi lain sudah mendapatkan tugas dari BPK langsung untuk melakukan audit, tambahnya.
![]() |
Persidangan kasus dugaan korupsi PDAU Kabupaten Nganjuk |
Pandangan Ahli Keuangan Negara
Selain ahli hukum pidana, pihak terdakwa juga menghadirkan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Dr. Habiburrochman sebagai saksi ahli meringankan.
Dalam kesaksiannya, ahli keuangan negara itu membeberkan tentang pengelolaan keuangan negara pada lembaga pemerintah, BUMD maupun badan usaha milik negara (BUMN).
Dijelaskan Habiburrahman, perlakuan harus dibedakan, karena BUMN dan BUMD mengelola keuangan negara yang sudah dipisahkan.
Pada lembaga negara biasa, setiap perbuatan menyalahi aturan yang merugikan keuangan negara itu masuk ranah pidana. Tapi dalam BUMN atau BUMD tidak seperti itu, paparnya.
Habiburrahman menambahkan, sepanjang dilakukan secara profesional, kerugian yang terjadi BUMN atau BUMD juga dinilai secara profesional. Kerugian itu juga dianggap sebagai risiko bisnis.
Itu bagian dari risiko bisnis, sehingga tidak bisa serta merta disimpulkan sebagai kerugian negara, tukasnya.
Tanggapan Kuasa Hukum
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Jaya Nur Edi, Dr. Wahju Prijo Djatmiko mengatakan, keterangan saksi ahli yang dihadirkannya dinilai sangat menguntungkan kliennya.
Saya puas dengan keterangan ahli yang disampaikan pada persidangan hari ini, ini banyak menguntungkan kita, beber Wahju.
Wahju berharap, putusan yang akan diambil majelis hakim nanti akan memihak kepadanya.
Saya tidak berani menyimpulkan (apakah terdakwa terbukti bersalah atau tidak), itu urusannya majelis (hakim). Tapi saya berharap, nanti ada putusan yang seadil-adilnya, yang bisa menguntungkan klien kami, pungkasnya.
Tanggapan JPU
Lain halnya dengan JPU, mereka berpedoman dengan surat dakwaan yang dibacakan awal persidangan dulu. Mereka juga menyatakan siap membacakan tuntutan pada sidang berikutnya.
Kalau kami sebagai jaksa penuntut umum tetap pada dakwaan kami. Karena sesuai dengan penyelidikan kami, bahwa PDAU itu mengalami kerugian Rp 1,09 miliar, beber Raden Timur Ibnu Rudiyanto.
Insyaallah kami juga siap membacakan tuntutan minggu depan, imbuh Raden Timur memungkasi tanggapannya.
(AWA)