![]() |
Pembakaran sampah liar di Kelurahan Jatirejo dan truk kontainer tanpa penutup di Jalan Gatot Subroto (ki-ka) |
NGANJUK, JAVATIMES -- Persoalan pengelolaan sampah di Kabupaten Nganjuk kembali menjadi sorotan tajam publik. Setelah mencuatnya kasus pembakaran sampah liar di Jatirejo dan truk kontainer tanpa penutup di Jalan Gatot Subroto, kini kalangan pegiat lingkungan angkat suara, menyebut kinerja Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nganjuk jauh dari harapan.
Nita Fitriana, aktivis lingkungan asal Kabupaten Nganjuk, menyebut tata kelola persampahan di Nganjuk berjalan secara semrawut dan tidak berpijak pada prinsip keberlanjutan. Ia menilai DLH telah mengabaikan regulasi yang jelas-jelas sudah diatur dalam peraturan daerah.
“Sudah ada Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah. Tapi faktanya, pembakaran liar masih marak dan truk pengangkut sampah tidak memenuhi standar keamanan,” tegas lulusan magister sains Universitas Gadjah Mada, Sabtu (15/6/2025).
Dalam Pasal 32 ayat (1) Perda No. 5/2015 disebutkan secara eksplisit bahwa: "Setiap orang dilarang melakukan pembakaran sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah."
DLH bahkan memiliki program unggulan yang sempat digembar-gemborkan sejak 2021, yakni Program Nganjuk BISA (Bersih, Indah, Sehat, dan Asri), yang bertujuan menjadikan kawasan perkotaan dan desa lebih bersih melalui pemilahan, pengangkutan, dan pengolahan sampah berbasis masyarakat.
Namun, Nita menilai program itu kini hanya menjadi slogan kosong.
“Jika DLH serius, seharusnya ada pengawasan ketat terhadap aktivitas pembakaran dan standar operasional armada. Ini bukan hanya soal estetika, tapi soal kesehatan dan keselamatan publik,” kata Nita.
Ketika Penegakan Aturan Mandek
Hingga kini, tidak ada laporan penindakan tegas terhadap pelaku pembakaran sampah, meskipun DLH mengakui bahwa hal itu melanggar aturan.
Kepala DLH Nganjuk Subani, dalam konfirmasi sebelumnya, menyebut bahwa pembakaran sampah dilarang dan telah diatur dalam Perda. Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai pengawasan dan langkah tegas, ia hanya menjawab, “Ya kita cek saja,” tanpa menyebut jadwal atau rencana aksi konkret.
Parahnya, ketika dikonfirmasi ulang terkait temuan truk sampah tanpa penutup, Subani memilih bungkam meski pesan WhatsApp yang dikirim telah dibaca.
Minimnya Infrastruktur, Lemahnya Regulasi Turunan
Menurut Nita, problem pengelolaan sampah di Nganjuk tidak hanya terletak pada perilaku masyarakat, tetapi juga minimnya infrastruktur pendukung seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang layak, pengelolaan sampah organik dan anorganik terpisah, hingga kurangnya edukasi berkelanjutan ke masyarakat.
“Kalau memang DLH kekurangan SDM atau sarana, sampaikan ke publik. Tapi bukan berarti membiarkan aturan dilanggar terus-menerus,” ujarnya.
Ia mendesak DPRD Kabupaten Nganjuk untuk segera memanggil DLH dalam rapat dengar pendapat (RDP) terbuka dan melakukan audit terhadap pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2015.
“Pengawasan dan transparansi sangat penting. Jangan sampai publik merasa ini semua hanya formalitas,” tutup Nita.
(AWA)