![]() |
Pembangunan plengsengan di Desa Kedungombo yang diduga dikerjakan asal-asalan |
NGANJUK, JAVATIMES -- Pembangunan tembok penahan tanah (TPT) atau umum disebut plengsengan di Desa Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, terus menuai sorotan publik.
Pasalnya proyek senilai ratusan juta tersebut meninggalkan catatan minor bagi warga setempat.
1. Pengakuan Warga
Menurut pengakuan warga setempat, pekerjaan tersebut telah selesai dan ditinggalkan oleh penggarapnya beberapa bulan lalu. Meski begitu, hasil pekerjaan itu tidak menunjukkan kepuasan bagi warga yang bermukim di sekitar lokasi pengerjaan.
Lihat saja mas, urugannya tidak rata. Tapi oleh pemborongnya ditinggal begitu saja, beber salah satu warga yang tidak mau disebut namanya dalam pemberitaan (Sebut saja Warlok), Jumat (3/11/2023).
Diakuinya, selama pengerjaan plengsengan itu dirinya juga tidak melihat papan informasi yang menerangkan siapa penggarapnya.
Saya tidak melihat sama sekali ada papan proyek di lokasi pengerjaan. Tapi saya pastikan banyak yang bekerja, urainya yang juga diamini warga lainnya.
2. Diduga Dijual
Sebagian dari pekerja itu, kata Warlok, ada yang mengangkut hasil galian tanah menuju salah satu kolam milik warga setempat.
Ada beberapa pekerja proyek itu yang membawa galian tanah ke kolam dekat sini. Sepertinya tanahnya dijual, soalnya yang membawa ke tempat itu ya pekerja (plengsengan) itu, aku Warlok.
Dalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Nganjuk, CV Niti Buana tercatat sebagai penggarap pembangunan plengsengan di Desa Kedungombo Kecamatan Tanjunganom. Total anggarannya senilai Rp 188.899.251,55 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023.
Tercantum pula alamat CV Niti Buana di Jalan Raya Sawahan RT/RW : 001/003 Desa Semare, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk.
3. Diduga Alamat Palsu
Namun ironisnya, saat kontributor Javatimes melakukan penelusuran di Jalan Raya Sawahan RT/RW : 001/003 Desa Semare, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, tidak ada yang mengetahui keberadaan kantor CV Niti Buana.
Tidak ada kantor di sini, mas, ujar warga setempat, Kamis (16/11/2023).
Waduh saya gak tahu mas, selama ini tidak ada kantor di sini mas, timpal warga lainnya.
CV Niti Buana? tidak ada mas, kantor juga tidak ada, tutur warga lainnya yang berhasil ditemui kontributor Javatimes.
Gaada mas, di sini tidak ada kantor, sambung warga lainnya.
4. Respon Aktivis
Merespon temuan tersebut, Hamid Effendi sebagai aktivis LSM Kabupaten Nganjuk menilai ada indikasi alamat palsu alias fiktif. Hamid beranggapan bahwa hal tersebut bisa dikenakan pasal tindak pidana korupsi.
Fiktif ini artinya dari awal ada upaya untuk melakukan manipulasi, tidak terbuka. Yang aktivitasnya adalah niatnya melakukan kebohongan, ujar Hamit, saat dikonfirmasi, Kamis (16/11/2023).
Lanjut Hamit, jika dilihat dari implikasinya, antara pelaksana dan pemberi pekerjaan diduga terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa. Sehingga terindikasi terjadinya kongkalikong dalam proses ini.
Dengan demikian bisa saja dikenakan pasal tindak pidana korupsi. Karena masa iya dari panitianya tidak mengkroscek alamat itu benar atau tidak, kata dia.
Hamit juga menjelaskan, bahwasannya rumah dijadikan kantor apalagi ini kontraktor yang nilainya ratusan juta, maka itu harus ada plangnya.
Selain itu ada surat izin kantor dan semuanya harus jelas. Bukan hanya aktivitas perkantoran, tapi juga izinnya harus lengkap, tegas Hamid.
5. Minta Diusut
Lebih jauh, ia juga menyoroti adanya temuan warga setempat terkait dugaan jual beli tanah galian pekerjaan plengsengan di Desa Kedungombo.
Lemahnya pengawasan dari dinas terkait dan konsultan mengakibatkan pengerjaan proyek tidak maksimal. Seperti halnya temuan warga setempat akan adanya dugaan jual beli tanah galian, yang menyebabkan pekerjaan tidak merata, tuturnya.
Hamid meminta agar pengakuan warga yang katanya galian tanah pembuatan plengsengan diperjualbelikan ini ditindaklanjuti. Karena jika benar galian tersebut diperjualbelikan, maka besar kemungkinan telah melanggar kontrak kerja dan terjadi penyimpangan.
Berdasar pada laman LPSE, di dalam kontrak itu berbunyi bahwa timbunan tanah kembali dan dirapikan. Sedangkan yang terjadi malah sebaliknya. Untuk itu kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk secepatnya bisa mengusut tuntas pekerjaan proyek yang diduga banyak menuai masalah tersebut, harap Hamid.
Sementara menyoal adanya proyek yang dikerjakan tanpa papan nama proyek, Hamid Effendi menilai bahwa proyek itu diduga telah menabrak aturan.
Jika proyek tersebut menggunakan anggaran negara, tentu harus menggunakan papan proyek sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / jasa Pemerintah, pungkas Hamid.
(AWA)