Air Minum Kemasan Merek Arjess Diduga Belum Kantongi Izin Edar, Aktivis: Saya Khawatir Kualitasnya -->

Javatimes

Air Minum Kemasan Merek Arjess Diduga Belum Kantongi Izin Edar, Aktivis: Saya Khawatir Kualitasnya

javatimesonline
19 November 2023

Air minum dalam kemasan merek Arjess

NGANJUK, JAVATIMES -- Sulit membayangkan jika kita hidup tanpa adanya air minum dalam kemasan (AMDK). 


Seperti yang kita semua tahu bahwa produksi air minum dalam kemasan sangat memudahkan masyarakat di seluruh dunia. Apalagi dengan harga murah, tentu akan sangat diminati oleh masyarakat banyak.


Namun apa jadinya jika sebuah perusahaan memproduksi AMDK tanpa diketahui kualitasnya dan tidak mendaftarkan izin usahanya? Bukankah hal ini akan menjadi ancaman timbulnya penyakit dan menghilangnya pendapatan negara?


Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Sebuah perusahaan bernama CV Anugerah Jaya Subur telah mengedarkan usahanya berupa AMDK bernama Arjess.


Namun ironisnya, perusahaan tersebut diduga tidak memiliki izin edar. Dugaan itu muncul setelah ditemukannya sejumlah AMDK gelasan bernama Arjess tanpa disertai nomor pendaftaran yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).


Selain itu, kemasan Arjess juga tidak dilengkapi label sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia atau yang biasa dikenal dengan sebutan MUI. Begitu pula dengan batas kedaluwarsa, CV Anugerah Jaya Subur juga tidak menampilkannya.


Atas adanya temuan tersebut, aktivis LSM Kabupaten Nganjuk Hamid Effendi pun angkat bicara. Dia mengkhawatirkan kualitas AMDK Arjess karena belum lolos verifikasi BPOM.

Jika benar pemilik usaha AMDK tersebut belum mengurus segala perizinannya, saya khawatir kualitas air yang diedarkan itu tidak memenuhi standar sesuai indikator kesehatan, ujar Hamid.


Jika benar demikian, maka yang paling dirugikan adalah konsumen.

Terlebih di dalam kemasannya tidak dilengkapi masa kedaluwarsa. Air yang sudah terlalu lama dalam kemasan itu bisa menurun kualitasnya dan tidak layak untuk dikonsumsi. Kalau seperti itu, tentu yang paling dirugikan adalah konsumennya, ujar Hamid.


Negara pun juga ikut dirugikan, karena belum adanya izin. Pajak yang semestinya masuk ke negara, ini hilang akibat praktik yang melanggar aturan, sambung Hamid. 


Oleh karena itu, Hamid meminta kepada pihak kepolisian dan instansi terkait untuk menutup kegiatan usaha AMDK yang belum memiliki izin lengkap dan sudah beroperasi.

Ini tentu merupakan pelanggaran. Sebagaimana Pasal 142 Undang-undang Pangan, maka pelaku usaha yang melanggar izin edar produk dapat diancam hukuman pidana 2 tahun penjara atau denda Rp 4 miliar. Kami mohon agar pihak terkait dapat bertindak tegas, pungkas Hamid.



(AWA)