![]() |
| SMKN 1 Kertosono (Foto: Website SMKN 1 Kertosono) |
NGANJUK, JAVATIMES — Menjelang Ulangan Akhir Semester (UAS), sebuah praktik yang diduga mencederai etika pendidikan terjadi di SMKN 1 Kertosono, Kabupaten Nganjuk. Para siswa diminta mendatangi Tata Usaha (TU) untuk “menyicil” sejumlah pembayaran sebelum menerima nomor ujian. Ironisnya, wali kelas yang menyampaikan informasi itu mengaku tidak mengetahui apa yang sebenarnya harus dicicil.
Tak lama setelah pengumuman tersebut, sejumlah siswa berbondong-bondong menuju TU. Mereka kemudian diminta membayar dana yang disebut sebagai “sumbangan”, bahkan beberapa di antaranya langsung melunasi. Namun fakta di lapangan justru menampar logika. Meski sudah melunasi, sebagian siswa tetap tidak diberi nomor ujian, sementara siswa lain yang belum membayar penuh justru sudah menerima nomor lebih dulu.
Orang Tua Siswa Marah Besar
Merasa dirugikan dan tidak mendapat kepastian, salah satu orang tua siswa terpaksa datang ke sekolah dan memotong waktu kerjanya. Ia langsung menunjukkan kemarahannya karena anaknya yang sudah membayar lunas masih belum mendapat nomor ujian.
Hanya setelah orang tua tersebut menegur keras, barulah nomor ujian diberikan.
Kejadian ini memantik keluhan berantai dari para siswa dan orang tua. Mereka menilai sistem yang diterapkan sekolah kacau, tidak transparan, dan membebani.
“Nomor ujian itu seharusnya dibagikan serentak. Kenapa siswa harus datang satu per satu ke TU? Ini sudah mempersulit,” ujar ST, salah satu orang tua yang ditemui Javatimes.
Sumbangan Kok Ada Nominalnya?
ST menilai tindakan sekolah tidak hanya membingungkan, tetapi juga merusak citra lembaga pendidikan.
“Sekolah itu bukan tempat bisnis. Jangan campur adukkan tanggungan orang tua dengan hak siswa untuk belajar dan ikut ujian,” tegasnya.
ST juga mempertanyakan penggunaan istilah “sumbangan”. Menurutnya, sumbangan pada prinsipnya tidak mengikat, bebas nominal, bahkan boleh tidak membayar.
“Kalau ini memang sumbangan, kenapa ada angka pasti? Ini sebenarnya sumbangan atau pungutan?” kritiknya tajam.
Guru Diminta Fokus Mengajar, Bukan Mengutip Pembayaran
ST mengaku risih dengan kebiasaan beberapa tenaga pendidik yang ikut menyampaikan imbauan terkait pembayaran menjelang ujian.
“Tugas guru itu mengajar. Tidak perlu dibebani informasi pembayaran. Biar mereka fokus pada tugasnya,” tambahnya.
Pihak Sekolah Bungkam
Untuk memastikan kebenaran dan mencari klarifikasi, kontributor Javatimes sudah mencoba menghubungi Kepala SMKN 1 Kertosono, Sigit Nuryakin. Namun hingga berita ini diterbitkan, pesan WhatsApp hanya centang biru tanpa balasan, sementara panggilan telepon juga tidak diangkat.
(AWA)

Komentar