JOMBANG, JAVATIMES — Dugaan hilangnya bantuan negara berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) jenis combine harvester (CH) yang dialokasikan untuk Kelompok Tani (Poktan) Dusun Mojosari, Desa Sumbersari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, menuai sorotan serius dari kalangan praktisi hukum.
Bantuan yang sejatinya menjadi pengungkit kesejahteraan petani tersebut justru diduga berubah menjadi alat pemerasan dan raib sejak tahun 2024.
Praktisi hukum Anang Hartoyo, S.H., M.H., menilai kasus tersebut tidak bisa dipandang sebagai persoalan administrasi semata. Menurutnya, apabila bantuan negara tidak berada di tangan kelompok tani penerima sebagaimana tercantum dalam proposal dan dokumen resmi, maka patut diduga telah terjadi penyimpangan yang berpotensi masuk ke ranah pidana.
“Bantuan negara itu melekat dengan tujuan dan penerima yang jelas. Jika alat tersebut tidak dikuasai oleh Poktan penerima, apalagi sampai berpindah tangan ke pihak lain, maka itu sudah mengarah pada dugaan perbuatan melawan hukum,” tegas Anang, Jumat 25/12/2025
Anang menjelaskan, bantuan alsintan yang bersumber dari anggaran negara, baik APBN maupun hibah aspirasi, tidak boleh diperjualbelikan, digadaikan, ataupun dijadikan objek transaksi dalam bentuk apa pun. Jika benar combine harvester tersebut dikuasai pihak lain dengan dalih “penebusan”, maka seluruh pihak yang terlibat berpotensi dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Istilah ditebus itu tidak dikenal dalam mekanisme hibah negara. Kalau ada uang yang diminta atau disyaratkan, maka unsur pemerasan atau gratifikasi bisa muncul. Ini sangat serius,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anang menegaskan bahwa aparat penegak hukum perlu segera turun tangan apabila alat tersebut terbukti hilang atau tidak berada di lokasi kelompok tani.
Menurutnya, pembiaran berlarut-larut justru membuka ruang praktik serupa terjadi di tempat lain dan merugikan petani kecil.
“Negara harus hadir melindungi petani. Jangan sampai bantuan yang tujuannya meningkatkan produksi pertanian justru menjadi ladang bancakan oknum tertentu,” tambahnya.
Anang juga mendorong agar pemerintah daerah dan pemerintah provinsi bersikap transparan dengan membuka seluruh dokumen penyaluran bantuan, mulai dari proposal, berita acara serah terima, hingga keberadaan fisik alsintan tersebut. “Kalau memang ada pelanggaran, sebaiknya segera dilaporkan. Ini bukan soal malu atau tidak, tapi soal keadilan dan tanggung jawab terhadap uang negara,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, keberadaan combine harvester milik Poktan Sumbersari masih belum diketahui secara pasti. Sementara itu, para petani berharap kasus ini segera menemukan titik terang dan bantuan yang menjadi hak mereka dapat dikembalikan tanpa syarat.
(Gading)

Komentar