Polemik Sumbangan di SMKN 1 Kertosono, Cabdin Tegas di Atas Kertas, Sunyi di Lapangan -->

Javatimes

Polemik Sumbangan di SMKN 1 Kertosono, Cabdin Tegas di Atas Kertas, Sunyi di Lapangan

javatimesonline
19 Desember 2025

Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Nganjuk 

NGANJUK, JAVATIMES — Nama SMKN 1 Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, tengah menjadi sorotan publik menyusul mencuatnya sejumlah keluhan orang tua murid terkait dugaan praktik penarikan “sumbangan” yang melibatkan tenaga pendidik. Isu ini bukan sekadar gaduh di tingkat lokal, melainkan memantik pertanyaan serius soal kepatuhan sekolah terhadap regulasi dan integritas dunia pendidikan.


Ironisnya, jauh sebelum polemik ini mencuat ke ruang publik, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Cabdin) Wilayah Kabupaten Nganjuk, Iwan Triyono, telah secara tegas menegaskan larangan keterlibatan tenaga pendidik dalam urusan di luar tugas belajar-mengajar, termasuk soal sumbangan wali murid.


Iwan Triyono yang juga menjabat sebagai Kepala Cabdin Probolinggo menekankan bahwa guru dan wali kelas tidak boleh menjadi corong informasi penarikan dana dalam bentuk apa pun.

“Tidak boleh tenaga pendidik ikut serta dalam penarikan ataupun menyelesaikan informasi berkaitan dengan sumbangan wali murid,” tegas Iwan Triyono saat ditemui di ruang kerjanya, baru-baru ini.

 

Menurut Iwan, urusan sumbangan sepenuhnya berada di ranah komite sekolah, bukan tugas guru.

“Sumbangan itu ranah komite,” ucapnya singkat namun tegas.

 

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dalam dunia pendidikan negeri, sumbangan tidak boleh ditetapkan nominalnya.

“Sumbangan tidak ditentukan nominalnya,” beber Iwan.

 

Pernyataan tersebut kini justru berbanding terbalik dengan dugaan praktik yang terjadi di SMKN 1 Kertosono. Berdasarkan informasi yang berkembang luas, pihak sekolah diduga melibatkan wali kelas—yang notabene tenaga pendidik—dalam penyampaian informasi terkait sumbangan kepada siswa dan orang tua. Lebih jauh lagi, sumbangan tersebut diduga dikaitkan dengan pendistribusian nomor ujian, sebuah praktik yang berpotensi menekan psikologis siswa dan melanggar prinsip keadilan pendidikan.


Jika dugaan itu benar, maka bukan hanya melanggar etika pendidikan, tetapi juga bertentangan langsung dengan pernyataan resmi Cabang Dinas Pendidikan sendiri.


Saat ditanya mengenai langkah yang akan diambil jika ada sekolah di wilayah kerjanya kedapatan melakukan praktik semacam itu, Iwan Triyono enggan berandai-andai. Namun ia menyatakan akan turun langsung apabila ditemukan indikasi pelanggaran.

“Saya tidak mau berandai-andai. Kalau ada sekolah yang seperti itu, kami akan datang ke sekolah itu,” ungkapnya.

 

Sayangnya, ketika dugaan pelibatan wali kelas dan indikasi penentuan nominal sumbangan di SMKN 1 Kertosono mencuat ke publik, sikap berbeda justru ditunjukkan oleh jajaran Cabdin. Hingga berita ini diturunkan, Iwan Triyono belum memberikan respons apa pun saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp. Hal serupa juga terjadi pada Plt Kasi SMK Cabdin Nganjuk, Tekey Widiastuti, yang memilih bungkam.


Ketiadaan respons ini menambah panjang daftar pertanyaan publik, apakah pengawasan Cabdin berjalan efektif, atau justru pembiaran terjadi di tengah praktik yang diduga mencederai prinsip pendidikan gratis dan berkeadilan?


Kasus SMKN 1 Kertosono kini menjadi ujian serius bagi komitmen Dinas Pendidikan dalam menegakkan aturan, melindungi siswa dari tekanan non-akademik, serta memastikan sekolah tidak menjelma menjadi ruang abu-abu antara sumbangan sukarela dan pungutan terselubung. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan negeri bisa runtuh perlahan, tepat dari ruang kelasnya sendiri.




(AWA)