![]() |
| Kendaraan dinas milik KP2KP Nganjuk saat menggunakan pelat putih di Kecamatan Loceret |
NGANJUK, JAVATIMES — Polemik perubahan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) operasional milik Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Nganjuk kian menimbulkan tanda tanya besar. Alih-alih merujuk aturan nasional yang jelas, alasan yang disampaikan justru menyeret praktik di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, wilayah yang secara geografis, sosial, dan keamanan jelas berbeda dengan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Fakta ini terungkap dari pernyataan Choirul Rozak, Kepala KP2KP Nganjuk, saat dikonfirmasi wartawan media ini di ruang kerjanya di Jalan Dermojoyo Nomor 18, Nganjuk, Senin (15/12/2025). Ketika ditanya mengapa kendaraan dinas bernomor polisi AG 1095 VP yang sempat menggunakan TNKB putih kembali berubah menjadi merah setelah menuai sorotan publik, Choirul justru mengalihkan penjelasan ke kondisi Makassar.
"Bukan karena viral, kalau anda tahu, saya kan bertugas tidak di sini saja, kalau di Makassar anda itu tidak menemukan kendaraan pemerintah itu pelat merah, itu tidak ada di Makassar, kalau anda pernah ke Makassar itu tidak ada," tutur Choirul.
Pernyataan ini memantik reaksi keras. Pasalnya, publik mempertanyakan logika kebijakan, mengapa Nganjuk harus mengikuti praktik Makassar, kota besar dengan karakter demonstrasi dan dinamika keamanan yang sama sekali berbeda?
Choirul berdalih, penggunaan pelat putih di Makassar dilakukan demi keamanan kendaraan dinas akibat maraknya aksi unjuk rasa.
"Jadi ada kebijakan yang sifatnya itu terkait kearifan lokal setempat, terkait dengan keamanan setempat," ujarnya.
Namun alasan tersebut kembali dipertanyakan ketika Choirul menarik contoh lain, yakni kerusuhan di Kediri—wilayah yang juga berbeda dengan Nganjuk.
"Saya rasa media lebih tahu, jadi kantor Pemda Kabupaten Kediri itu termasuk kendaraan operasional itu hancur, kemudian DPRD Kota Kediri, juga Samsat Kota Kediri, sehingga ada kebijakan untuk merubah TNKB ke warna putih," katanya.
Rujukan yang berlapis—Makassar, lalu Kediri—membuat dasar kebijakan di Nganjuk semakin kabur. Terlebih, hingga berita ini ditulis, dokumen resmi yang disebut-sebut sebagai dasar hukum belum juga ditunjukkan ke publik.
Choirul menyatakan kebijakan tersebut berasal dari Kantor Wilayah (Kanwil) dalam bentuk notulen rapat daring.
"Nanti kita kasihkan, karena kita tidak semata-mata itu, dan saya juga tidak pernah menggunakan kendaraan dinas itu, karena menggunakan kendaraan pribadi, jadi urgensinya memanfaatkan aset negara itu tidak ada, kecuali menjalankan tugas dinas," ucapnya.
Ia juga menegaskan hanya ada satu unit kendaraan operasional di KP2KP Nganjuk yang mengalami perubahan TNKB.
"Berkaitan dengan dokumen kalau sekarang tidak bisa, nanti kita carikan dan akan kita tunjukkan. Dokumennya ada di Pare karena ini kan kantor sub, sehingga ada disana, nanti kalau sudah ada kita kabarin lagi, saat ini kita juga lagi ada zoom, dan pegawai kita juga lagi melayani Wajib Pajak (WP)," imbuhnya.
Choirul bahkan menyebut adanya koordinasi lintas aparat keamanan.
"Jadi pada saat itu kami sudah berkoordinasi dengan Kanwil, Polres Nganjuk, Kodim 0810 Nganjuk, berkaitan dengan kejadian kerusuhan itu, sehingga disini ada backup dari Kodim yang menginstruksikan kepada Koramil untuk piket di sini, karena itu kan operasi (tidak perlu dijelaskan sudah tahulah mungkin)," urainya.
Namun pernyataan KP2KP ini bertabrakan langsung dengan keterangan kepolisian. Dalam pemberitaan sebelumnya, Kasatlantas Polres Nganjuk AKP Ivan Danara Oktavian melalui KBO Satlantas Ipda Warji menegaskan bahwa aturan TNKB sudah diatur tegas dalam undang-undang.
"Kedepannya Satlantas Polres Nganjuk akan menertibkan penggunaan TNKB yang tidak sesuai, salah satunya juga tidak memasang TNKB, sekarang banyak masyarakat yang nakal Karena untuk menghindari Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau Tilang Elektronik," kata Warji, Selasa (16/12/2028).
Lebih jauh, Warji mengungkap fakta krusial bahwa hingga saat ini pihaknya tidak menerima surat apapun berkaitan dengan perubahan TNKB dari warna merah ke warna putih.
"Kami tidak pernah menerima surat edaran yang dimaksud oleh KP2KP berkaitan dengan berubahnya TNKB dari warna merah ke warna putih hingga kembali lagi ke warna merah," pungkasnya.
Kontradiksi tidak berhenti di situ. Dalam berita sebelumnya, staf KP2KP Nganjuk Huda Anugrah Nur juga menyampaikan alasan berbeda.
"Iya betul. Untuk Nopol sesuai yang ada di depan, saya tidak hafal namun untuk Nomor AG belakangnya VP," ucap Huda.
Huda menyebut perubahan pelat dilakukan atas himbauan pusat pasca kerusuhan.
"Pelatnya untuk saat ini putih, karena kemarin kerusuhan itu. Jadi ada himbauan dari pusat untuk mengganti seluruh pelat yang merah menjadi putih, dan sampai sekarang himbauannya belum di cabut sehingga belum diganti," imbuhnya.
Ia menegaskan himbauan tersebut berlaku internal DJP dan belum ada instruksi pengembalian ke pelat merah.
Rentetan pernyataan yang saling bertabrakan—antara Makassar, Kediri, pusat, hingga keterangan kepolisian—membuat publik mempertanyakan kepastian hukum dan transparansi penggunaan aset negara di Nganjuk. Di saat masyarakat diwajibkan patuh penuh pada aturan TNKB, justru instansi pemerintah menampilkan praktik yang dinilai abu-abu dan sarat alasan.
Publik kini menunggu satu hal sederhana namun krusial, yakni dokumen resmi, bukan dalih lintas daerah. Karena hukum lalu lintas adalah aturan nasional, bukan tafsir wilayah.
(AWA)

Komentar