
Mobil dinas milik Inspektorat kabupaten Nganjuk saat melintasi depan kantor Disporabudpar Kabupaten Nganjuk
NGANJUK, JAVATIMES — Ironi penegakan kepatuhan hukum justru dipertontonkan oleh institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pengawasan. Sebuah mobil dinas milik Pemerintah Kabupaten Nganjuk, berpelat merah AG-1360-VP, tercatat belum membayar pajak kendaraan bermotor lima tahunan yang jatuh tempo maksimal 30 November 2025. Hingga Rabu, 24 Desember 2025, kewajiban tersebut belum juga ditunaikan.
Yang lebih mencolok, kendaraan dinas tersebut masih bebas melenggang di jalan raya. Bahkan pada 16 Desember 2025 sekitar pukul 09.40 WIB, mobil dinas itu terpantau melintas di depan Kantor Disporabudpar Kabupaten Nganjuk, seolah tak ada persoalan hukum yang melekat di balik pelat merahnya.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin kendaraan milik pemerintah yang belum taat pajak tetap digunakan untuk aktivitas dinas?
Saat dikonfirmasi, salah satu pegawai Inspektorat Kabupaten Nganjuk membenarkan keterlambatan pembayaran pajak kendaraan tersebut.
“Iya, terlambat (membayar pajak kendaraan),” ucapnya singkat saat dipanggil Inspektur beberapa waktu lalu.
Namun alih-alih memberikan penjelasan normatif, pegawai tersebut justru melontarkan serangkaian alasan klasik.
“Mohon maaf, soalnya kan tugasnya banyak. Kerjaannya numpuk-numpuk, ngerangkap-ngerangkap, jadi ngeceknya ketinggalan,” dalihnya.
Tak berhenti di situ, alasan kekurangan waktu kembali disampaikan.
“Kita kan juga masih ngumpulkan data-data juga,” imbuhnya.
Saat ditanya berapa jumlah kendaraan dinas yang belum membayar pajak, pegawai tersebut mengklaim hanya satu unit kendaraan.
“Cuma itu aja,” katanya.
Ia kembali menekankan kondisi internal sekretariat yang disebut kekurangan personel.
“Di sekretariat itu nggak sama dengan OPD lain. Semua SPJ tumplek blek di sekretariat. Orangnya kurang, tiga orang mau ke auditor, jadi semua ngerangkap-ngerangkap,” dalihnya lagi.
Ironisnya, ketika ditanya soal penggunaan kendaraan untuk perjalanan dinas yang tetap berjalan normal, sementara kewajiban pajak justru terabaikan, pegawai tersebut hanya bisa menutup pernyataannya dengan permintaan maaf.
“Ya itu mohon maaf, soalnya memang gaweannya banyak,” tutupnya.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi kredibilitas tata kelola pemerintahan daerah. Di saat masyarakat dituntut patuh membayar pajak tepat waktu dengan ancaman sanksi, justru kendaraan milik pemerintah—yang dibiayai uang rakyat—terkesan kebal aturan.
(Tim)

Komentar