Dari Sungai ke Sawah, Strategi Dinas PUPR Nganjuk Menjinakkan Air -->

Javatimes

Dari Sungai ke Sawah, Strategi Dinas PUPR Nganjuk Menjinakkan Air

javatimesonline
25 Desember 2025
Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk dan jajaran didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Nganjuk saat meninjau lokasi perbaikan sungai di Kecamatan Loceret

NGANJUK, JAVATIMES — Air tak pernah sekadar mengalir di Kabupaten Nganjuk. Ia menghidupi sawah, menentukan musim tanam, dan pada saat yang sama dapat berubah menjadi ancaman banjir jika tak dikelola dengan baik. Di antara aliran sungai, saluran irigasi, dan permukiman warga, Bidang Pengairan Dinas PUPR Nganjuk bekerja senyap—teknis, detail, dan kerap luput dari sorotan—namun hasilnya menentukan denyut ketahanan pangan daerah.


Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk sekaligus Sekretaris Dinas PUPR, Onny Supriyono, memaparkan bahwa hingga awal Desember 2025, capaian fisik program Bidang Pengairan telah mencapai 85 persen, dengan realisasi penyerapan keuangan sekitar 70 persen.

“Secara umum progres berjalan sesuai rencana. Namun pekerjaan pengairan memang memiliki kompleksitas tersendiri karena sangat dipengaruhi kondisi alam,” ujar Onny saat menyampaikan keterangan, Jumat (19/12/2025) sore.


Aspek teknis di lapangan dijelaskan lebih rinci oleh Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Nganjuk, Rusdi Gunawan. Menurutnya, tantangan terbesar datang dari fluktuasi debit air sungai dan saluran irigasi yang sulit diprediksi, terutama saat pekerjaan konstruksi berlangsung di musim peralihan.

“Debit air bisa naik tiba-tiba. Karena itu, pekerjaan pengairan tidak bisa disamakan dengan konstruksi gedung atau jalan. Kami harus fleksibel, cepat membaca kondisi, dan menyesuaikan metode kerja,” jelas Rusdi.


Untuk menghadapi kondisi tersebut, Bidang Pengairan menerapkan metode dewatering secara efektif, serta penyesuaian jam kerja ketika cuaca dan debit air berubah.

“Kami atur waktu kerja, pengalihan aliran sementara, dan sistem pengeringan area kerja agar konstruksi tetap aman dan mutu pekerjaan terjaga,” tambahnya.


Tak hanya fokus pada aspek teknis, pendekatan sosial juga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan proyek pengairan. Rusdi menegaskan bahwa koordinasi dengan HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air) menjadi keharusan agar pekerjaan tidak mengganggu jadwal gilir air bagi petani.

“Kami selalu berkoordinasi dengan HIPPA. Jangan sampai proyek justru memutus suplai air ke sawah. Prinsipnya, pembangunan jalan terus, kebutuhan petani tetap terpenuhi,” tegasnya.


Di tengah kompleksitas lapangan, Dinas PUPR bersikap tegas soal kualitas pekerjaan. Onny menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap penurunan mutu maupun volume pekerjaan. Seluruh proses pengawasan mengacu ketat pada spesifikasi teknis dalam kontrak.

“Kualitas adalah harga mati. Baik kontraktor maupun konsultan pengawas wajib bekerja sesuai SOP dan kontrak,” ujar Onny.


Penegasan tersebut diperkuat oleh Rusdi Gunawan. Ia menyebut bahwa setiap pekerjaan pengairan diawasi secara berlapis, karena dampak kegagalannya bisa langsung dirasakan petani dan warga.

“Kalau irigasi gagal, sawah terdampak. Kalau drainase tidak berfungsi, banjir terjadi. Itu sebabnya kami tidak main-main dengan kualitas,” katanya.


Terkait keselamatan kerja, Rusdi mengakui masih ditemukan pekerja yang belum mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap di lapangan. Meski APD telah disediakan oleh rekanan, pihaknya terus melakukan pengawasan dan peneguran.

“Kami ingatkan langsung. Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko keselamatan,” ujarnya.


Jika dalam pelaksanaan proyek ditemukan deviasi atau keterlambatan, Dinas PUPR tidak tinggal diam. Setiap deviasi negatif ditindaklanjuti melalui rapat pembuktian keterlambatan, yang didasarkan pada progres fisik riil di lapangan. Evaluasi tersebut menjadi dasar langkah korektif terhadap kontraktor.

“Hasil rapat itu menentukan apakah perlu percepatan, penambahan sumber daya, atau langkah lain agar target tetap tercapai,” jelas Rusdi.


Hasil dari kerja teknis yang panjang itu mulai terasa nyata. Evaluasi Dinas PUPR menunjukkan bahwa program pengairan tahun 2025 berhasil meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) melalui normalisasi saluran dan rehabilitasi jaringan irigasi. Selain itu, durasi genangan di titik-titik rawan banjir berhasil ditekan hingga sekitar 60 persen.


Capaian tersebut menjadi kabar baik bagi petani dan warga di kawasan rawan banjir. Sawah lebih terairi, risiko gagal panen menurun, dan lingkungan permukiman menjadi lebih aman.


Menatap tahun 2026, Dinas PUPR tidak ingin berpuas diri. Onny menyampaikan bahwa fokus ke depan diarahkan pada penguatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, serta langkah awal menuju modernisasi sistem pengairan.

“Kami ingin pengelolaan air lebih terintegrasi, dari hulu sampai hilir,” kata Onny.


Senada dengan itu, Rusdi menegaskan bahwa tujuan akhir dari seluruh upaya pengairan adalah memastikan air benar-benar menjadi penopang kehidupan, bukan sumber bencana

“Air harus menjadi berkah bagi petani dan warga. Itu yang terus kami jaga,” pungkasnya.


Di tengah perubahan iklim dan tantangan alam yang kian nyata, cerita pengairan Nganjuk tahun 2025 menjadi bukti bahwa perencanaan matang, ketegasan teknis, dan keberpihakan pada petani mampu menghadirkan harapan—mengalir bersama air yang lebih tertata, dari sungai hingga sawah.



(AWA)