![]() |
| Aris Mujoyo, SH, MH Ketua DPC KAI Nganjuk |
OPINI, JAVATIMES - Adanya pertanyaan dari pembaca atas tulisan pada edisi terdahulu yang berjudul "Hutang Piutang Menurut Hukum Perdata Dan Hukum Pidana" yang menyebutkan, apakah hutang bisa hangus begitu saja? Dan kalau ada mungkinkah itu benar-benar terjadi dalam hukum?
Jawabannya tidak sesederhana yang pembaca bayangkan, karena di dunia hukum, nasib hutang sangat bergantung pada banyak faktor, seperti jenis hutang, perjanjian yang ada, dan situasi debitur.
Dalam tulisan ini, saya akan mengulas dan menggali lebih dalam mengenai apakah hutang benar-benar bisa hangus, serta apa saja yang perlu diketahui untuk melindungi diri dari beban hutang yang tak terbayangkan.
Apakah Hutang Bisa Hangus Jika Lama Tidak Ditagih?
Apakah hutang bisa hangus jika lama tidak ditagih? Terutama bagi mereka yang merasa terjebak dalam kewajiban finansial yang sudah lama tak terbayar. Jawabannya tidaklah sesederhana itu, karena faktor hukum yang terlibat sangat bergantung pada berbagai kondisi.
Di Indonesia, ada ketentuan yang mengatur tentang kedaluwarsa hutang, yang berarti bahwa hutang tersebut bisa “hangus” setelah jangka waktu tertentu jika tidak ada tindakan hukum yang diambil oleh pemberi pinjaman (kreditur).
Contoh, anggaplah ada kasus hutang piutang sebesar Rp. 1 Milyar. Dimana, debitur ingin mengembalikan pinjamannya secara nyicil tiap bulan sebesar Rp.1 juta. Berarti pinjaman tersebut akan lunas selama 1000 bulan (83 tahun 4 bulan)
Sedangkan kalau mengacu pada kedaluwarsa hutang, yang umumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1967, disebutkan bahwa:
“Tuntutan berdasarkan suatu perjanjian yang terutang, kedaluwarsa dalam waktu 30 tahun, kecuali jika undang-undang menentukan waktu yang lebih singkat.”
Kalau mengacu Pasal ini bahwa, kewajiban pembayaran hutang berdasarkan perjanjian dapat dianggap kedaluwarsa dalam waktu 30 tahun.
Artinya, jika selama 30 tahun pihak kreditor tidak menuntut pembayaran hutang melalui proses hukum, maka hutang tersebut bisa dianggap sudah hangus dan tidak bisa lagi dipaksakan untuk dibayar.
Jadi debitor, hampir sama hanya mengembalikan hutang Rp. 1 juta X 30 tahun (396 bulan) = sebesar Rp. 396 juta, sisanya bisa dianggap lunas
Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua jenis hutang terikat oleh waktu yang sama. Ada beberapa jenis hutang yang memiliki jangka waktu kedaluwarsa yang lebih singkat, seperti yang tercantum dalam Pasal 1966 KUHPer:
“Tuntutan berdasarkan perbuatan melawan hukum, kedaluwarsa dalam waktu 5 tahun.”
Jadi, jika hutang berasal dari perbuatan melawan hukum (misalnya penipuan atau pelanggaran lainnya), maka kreditor hanya memiliki waktu 5 tahun untuk menuntut pembayaran. Jika lebih dari itu, hak tuntut kreditor bisa dianggap kedaluwarsa.
Selain itu, ada beberapa kondisi yang dapat memperpanjang masa kedaluwarsa atau bahkan membatalkannya, seperti jika ada pengakuan hutang atau pembayaran sebagian. Dalam situasi ini, meskipun sudah lama tidak ditagih, kreditor masih memiliki hak untuk menuntut pembayaran.
Jadi hal ini menjadi sangat penting untuk memahami dengan baik jenis hutang yang dimiliki dan cobalah berkonsultasi dengan ahli hukum untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat tentang hak dan kewajibannya terkait hutang yang belum terbayar.
Mencegah Kedaluwarsa Utang?
Mencegah kedaluwarsa hutang sangat penting bagi kreditor yang ingin memastikan haknya tetap dapat dituntut meskipun sudah lama tidak melakukan tindakan hukum. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kedaluwarsa hutang berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam KUHPer.
1. Melakukan Tuntutan atau Pengingat Secara Teratur
Salah satu cara paling efektif untuk mencegah kedaluwarsa adalah dengan melakukan tindakan hukum atau pengingat kepada debitur secara teratur. Hal ini bisa berupa:
Mengirim surat tagihan atau somasi: Kreditor dapat mengirim surat tagihan atau somasi untuk mengingatkan debitur tentang kewajibannya.
Surat somasi bisa menjadi langkah awal sebelum melanjutkan proses hukum jika debitur tidak memenuhi kewajibannya. Tapi kalau debitur tetap kukuh tidak mau membayar atau tetap akan membayar hutang hingga melampaui kedaluwarsa maka pemberi pinjaman (kreditor) dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Tuntutan hukum ini bisa berupa gugatan perdata yang melibatkan pengadilan atau melalui prosedur hukum lainnya.
2. Pengakuan hutang oleh Debitur
Menurut Pasal 1968 KUHPer, jika debitur mengakui hutangnya, maka masa kedaluwarsa akan dihitung kembali. Pengakuan hutang bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti perjanjian tertulis atau diskusi.
3. Pembayaran Sebagian
Jika debitur membayar sebagian dari hutangnya, hal ini dapat memperpanjang masa kedaluwarsa. Pasal 1970 KUHPer menyatakan bahwa pembayaran sebagian terhadap suatu hutang bisa menghentikan perhitungan kedaluwarsa untuk hutang yang belum dibayar.
4. Menjaga Bukti Hutang
Pastikan untuk memiliki bukti yang sah dan jelas mengenai Hutang yang dimiliki, seperti, perjanjian tertulis yang sah, bukti transfer atau pembayaran yang menunjukkan adanya transaksi keuangan terkait hutang piutang.
5. Memanfaatkan Jaminan atau Agunan
Jika hutang dijamin dengan agunan atau jaminan, kreditor dapat lebih mudah untuk mengeksekusi agunan tersebut jika debitur gagal membayar hutang. Jaminan atau agunan ini memberikan kreditor lebih banyak opsi untuk mengambil tindakan hukum tanpa mengkhawatirkan masa kedaluwarsa yang berlaku.
6. Memperhatikan Jenis Hutang yang Ada
Sangat penting untuk mengetahui bahwa jenis hutang yang berbeda memiliki masa kedaluwarsa yang berbeda pula:
Hutang berdasarkan perjanjian pada Pasal 1967 KUHPer, biasanya memiliki masa kedaluwarsa 30 tahun.
Hutang yang timbul akibat perbuatan melawan hukum: Seperti disebutkan dalam Pasal 1966 KUHPer, hutang ini kedaluwarsa dalam waktu 5 tahun.
7. Menjaga Komunikasi dengan Debitur
Menjaga komunikasi yang baik dengan debitur juga sangat penting. Dalam beberapa kasus, pihak kreditor mungkin tidak segera menuntut pembayaran karena debitur berjanji untuk membayar di kemudian hari.
Namun, jika komunikasi ini tidak terjadi atau tidak ada pengakuan hutang, kreditor harus segera mengambil langkah-langkah hukum untuk memastikan hak mereka tetap terlindungi.
Catatan : Hukum hutang piutang di Indonesia masuk dalam kategori Perdata tapi apabila perbuatannya ada unsur niat jahat untuk tidak membayar hutang, maka peminjam hutang dapat dipidana dengan unsur tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.
Lalu bagaimana dengan hutangnya sedangkan debitor telah di hukum penjara, jawabannya hutang tetap akan melekat pada debitor (tidak menghilangkan hutangnya) apalagi di akhirat.
Penulis Aris Mujoyo, SH, MH
Ketua DPC KAI Nganjuk.

Komentar