JOMBANG, JAVATIMES — Skandal dugaan penyimpangan bantuan negara kembali mencuat di Kabupaten Jombang. Alat dan mesin pertanian (alsintan) jenis combine harvester (CH) yang dialokasikan untuk Kelompok Tani Dusun Mojosari, Desa Sumbersari, Kecamatan Megaluh, dilaporkan menghilang sejak 2024 dan hingga kini tidak pernah dinikmati petani penerima manfaat.
Alih-alih menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan petani, bantuan tersebut justru diduga berubah fungsi menjadi komoditas transaksi, bahkan disebut-sebut telah “ditebus” dengan nilai ratusan juta rupiah dan kini berada di tangan pihak lain.
Kadis Pertanian Jombang: Harus Dikembalikan, Tanpa Alasan
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Roni, akhirnya angkat bicara. Melalui pesan WhatsApp, ia memastikan bahwa combine harvester tersebut merupakan hibah aspirasi masyarakat (jasmas) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bukan milik desa, bukan milik perorangan, dan tidak boleh dialihkan dalam bentuk apa pun.
“Itu hibah jasmas Provinsi Jawa Timur. Tim dari Dinas Pertanian Provinsi dan Disperta sudah turun. Intinya, combine harvester harus dikembalikan kepada poktan penerima sesuai proposal. Tanpa syarat,” tegas Roni.
Pernyataan ini sekaligus membantah segala dalih pembenaran atas keberadaan alat tersebut di luar Poktan Sumbersari.
Fakta Lapangan: Alat Masih Dikuasai Pihak Lain
Namun hingga berita ini diturunkan, realitas di lapangan berbanding terbalik dengan pernyataan resmi pemerintah. Combine harvester yang seharusnya berada di tangan petani masih dikuasai pihak pembeli, bukan Poktan Sumbersari sebagai penerima sah.
Tidak ada kepastian waktu pengembalian. Tidak ada penjelasan publik siapa pihak yang menguasai. Dan yang paling krusial, belum terlihat adanya tindakan tegas.
Saat ditanya soal langkah lanjutan dan sanksi, Roni menyatakan kewenangan ada di tingkat provinsi.
“Dinas provinsi nanti yang ingatkan,” jawabnya singkat.
Pernyataan ini memunculkan pertanyaan serius: apakah sekadar “mengingatkan” cukup untuk kasus dugaan penguasaan bantuan negara?
Negara Absen, Petani Dirugikan
Kasus ini menelanjangi rapuhnya pengawasan penyaluran bantuan pertanian, sekaligus membuka ruang spekulasi tentang praktik jual-beli aset negara di tingkat bawah.
Bantuan combine harvester bukan sekadar alat. Ia dibeli dari uang publik, dialokasikan melalui dokumen resmi, dan diperuntukkan secara spesifik bagi kelompok tani tertentu. Jika benar berpindah tangan melalui mekanisme “tebusan”, maka ini bukan lagi pelanggaran administratif, melainkan indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan.
Potensi Masuk Ranah Hukum
Hingga kini, belum ada kejelasan:
- siapa yang menguasai combine harvester,
- siapa yang memfasilitasi pengalihan,
- apakah ada aliran uang,
- dan mengapa aset negara bisa berpindah tangan tanpa konsekuensi.
Jika tidak segera ditertibkan, kasus ini berpotensi menyeret unsur pidana, termasuk dugaan penggelapan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran hukum pengelolaan barang milik negara.
Publik Menunggu Ketegasan, Bukan Retorika
Kasus combine harvester Sumbersari kini menjadi ujian serius bagi integritas pemerintah daerah dan provinsi. Publik menunggu tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan normatif.
Jika alat itu benar hibah negara, maka logikanya sederhana:
kembalikan ke petani atau buka proses hukum.
Tim investigasi menyatakan akan terus menelusuri keberadaan combine harvester tersebut dan membuka identitas pihak-pihak yang terlibat, demi memastikan bahwa bantuan negara tidak berubah menjadi ladang bisnis terselubung.
(Gading)

Komentar