NGANJUK, JAVATIMES — Gelombang kehebohan melanda warga Kabupaten Nganjuk setelah muncul dugaan skandal perselingkuhan yang menyeret seorang tokoh masyarakat sekaligus perangkat desa.
Pria berinisial S, warga Desa Perning, Kecamatan Jatikalen, yang juga menjabat sebagai perangkat desa aktif, diduga kuat menjalin hubungan terlarang dengan seorang perempuan berinisial Y, asal Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk.
Informasi yang dihimpun Javatimes menyebutkan, keduanya diketahui keluar bersama dari sebuah hotel di kawasan Kecamatan Kertosono, pada Rabu malam (8/10/2025) sekitar pukul 18.20 WIB.
S terlihat mengendarai mobil Suzuki Ertiga berwarna hitam, sementara Y datang dengan Honda Brio merah.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menuturkan bahwa keduanya bukan kali pertama terlihat di hotel tersebut.
“Sudah beberapa kali mereka datang sore dan keluar malam. Warga sekitar hotel juga mulai curiga karena mobil yang sama sering terlihat,” ungkap sumber tersebut kepada Javatimes.
Citra Tokoh Desa Tercoreng
Kabar ini sontak menghebohkan masyarakat Perning dan sekitarnya. Pasalnya, S selama ini dikenal sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan sosial dan kerap menjadi panutan warga.
Namun, tudingan hubungan gelap tersebut mencoreng citra dan martabatnya sebagai figur publik di lingkungan desa.
Seorang warga setempat mengaku kecewa.
“Kami kaget dan prihatin. Selama ini beliau dikenal sopan dan berwibawa. Kalau kabar ini benar, tentu sangat memalukan dan mencederai kepercayaan warga,” ucapnya dengan nada kecewa.
Sebagai aparatur desa, S seharusnya menjadi contoh moral bagi masyarakat. Namun dugaan perbuatan tersebut justru mengikis kepercayaan publik terhadap integritas birokrasi di tingkat desa.
Potensi Pelanggaran Etika dan Hukum
Selain dianggap melanggar norma sosial dan agama, dugaan perselingkuhan antara S dan Y juga berpotensi memiliki konsekuensi hukum.
Secara pidana, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perzinaan, jika terbukti salah satu pihak atau keduanya telah memiliki pasangan sah. Hal ini diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Praktisi hukum Prayogo Laksono menjelaskan, meski sulit dibuktikan tanpa penggerebekan langsung, indikasi kuat seperti kesaksian, rekaman, atau keberadaan di kamar hotel bisa dijadikan bukti awal.
“Perzinaan bukan hanya urusan moral, tapi juga pelanggaran hukum. Bila pihak istri atau suami sah melapor dan memiliki bukti pendukung, kasus ini dapat diproses secara pidana,” tegasnya.
Dari sisi etika pemerintahan, tindakan S sebagai perangkat desa juga melanggar kode etik aparatur pemerintahan desa. Jika terbukti, ia dapat dikenai sanksi administratif hingga pemberhentian jabatan.
Warga Tuntut Kejelasan dan Ketegasan
Publik kini mendesak agar pihak pemerintah desa maupun kecamatan segera menelusuri kebenaran kabar ini.
“Jangan sampai dibiarkan begitu saja. Kalau benar, harus ada tindakan tegas. Kalau tidak benar, perlu diluruskan supaya tidak jadi fitnah,” ujar seorang warga Jatikalen.
Bagi masyarakat, perangkat desa bukan hanya jabatan administratif, melainkan juga simbol keteladanan dan moralitas publik. Ketika simbol itu rusak, kepercayaan warga pun ikut runtuh.
S Buka Suara
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, S mengakui dirinya memang berada di hotel wilayah Kertosono pada hari yang dimaksud.
“Siap, untuk terkait itu memang saya di (hotel) OK (red: inisial nama hotel di Kertosono),” tulisnya singkat.
Namun ia menolak tudingan adanya hubungan terlarang, dan mengklaim bahwa informasi yang beredar telah disalahartikan.
“Narasi dari narasumber itu salah fatal. Saya direspon itu telpon-telpon saga loudspeaker, tapi pembicaraan saya dengan seorang pria soal pekerjaan. Nanti saya luruskan, bukan keterangan sepihak bosku,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, S belum memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai maksud keberadaannya di hotel tersebut dan kapan ia akan memberikan penjelasan resmi.
(AWA)

Komentar