Pemeriksaan PPPK Bengong di Inspektorat Nganjuk: Antara Berkas Hilang dan Koordinasi yang Kacau -->

Javatimes

Pemeriksaan PPPK Bengong di Inspektorat Nganjuk: Antara Berkas Hilang dan Koordinasi yang Kacau

javatimesonline
20 November 2025

Kantor Inspektorat Kabupaten Nganjuk 

NGANJUK, JAVATIMES — Penanganan kasus dugaan penipuan rekrutmen PPPK di Kabupaten Nganjuk kembali memantik kemarahan publik. Alih-alih menunjukkan kemajuan, pernyataan Kepala Inspektorat Daerah yang baru, Samsul Huda, justru membuka fakta mengejutkan, di mana berkas pemeriksaan yang pernah disampaikan Inspektur lama, Mokhamad Yasin, ternyata tidak pernah ia terima.


Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa kasus yang menyeret oknum THL kecamatan—yang diduga meminta uang dari pelamar PPPK—benar-benar terbengkalai di tubuh Inspektorat Nganjuk.


Ditemui Javatimes pada 30 September 2025, Inspektur Daerah yang baru dilantik, Samsul Huda, tampak gamang ketika ditanya keberlanjutan hasil pemeriksaan yang konon sudah dirampungkan sejak era Inspektur sebelumnya.


Saat ditanya apakah berkas pemeriksaan pernah ia terima, Samsul menjawab bahwa berkas yang dimaksud Inspektur lama belum diterimanya.

“Mungkin karena sudah lewat, ya berkasnya tidak masuk saya. Mungkin ya Pak Yasin," ucap Samsul..”


Jawaban ini memantik tanda tanya serius: bagaimana mungkin laporan setingkat dugaan penipuan rekrutmen ASN—yang sudah dikoordinasikan dengan Kejaksaan—tidak memiliki jejak administrasi yang jelas?


Ketika didesak mengenai apakah kasus tersebut telah berproses di kepolisian, kejaksaan, atau APH lainnya, Samsul mengaku tidak tahu.


Ia juga belum memahami status oknum P3K yang diduga terlibat. 

“Kalau P3K, ya rujukannya UU ASN. Saya nunggu saja kalau prosesnya sudah jalan. Kalau belum ke APH, ya kami pedomannya aturan ASN, Pak," beber Samsul.


Bahkan ketika ditanya apakah akan melaporkan ke APH seperti wacana Yasin sebelumnya, Samsul lagi-lagi menjawab:

“Saya belum tahu, nanti saya lihat. Mestinya kalau itu sudah lama, konfirmasi ke Pak Yasin saja. Saya tidak pegang,” bebernya.


Jawaban-jawaban ini menegaskan dua hal: Inspektur baru tidak memegang berkas, tidak mengetahui progres, dan tidak mengetahui tindakan Inspektur sebelumnya. Ini membuka dugaan kelalaian administratif serius.


Kontras: Inspektur Lama Mengaku Berkas Sudah Lengkap dan Segera Dilimpahkan

Berbeda total dengan Samsul, Inspektur sebelumnya Mokhamad Yasin justru pernah menyampaikan bahwa berkas sudah lengkap, sudah dikoordinasikan dengan Kejari, dan tinggal dilimpahkan ke kepolisian.


Saat ditemui usai rapat paripurna DPRD Nganjuk pada 12 Juli 2025, Yasin menyampaikan bahwa berkas sedang proses pelimpahan ke kepolisian.

“Proses,” ucap Yasin.


Saat diminta menjelaskan mengapa pelimpahan berkas belum dilakukan, ia menegaskan hanya menunggu waktu dan prosedur internal.

“Makanya waktu rapat itu, berarti kan sudah (lengkap), tinggal proses saja. Dalam waktu dekat.”


Pernyataan Yasin ini berkebalikan dengan apa yang disampaikan Samsul. Jika benar berkas sudah lengkap per Juli, mengapa Inspektur baru pada akhir September mengatakan berkas tidak pernah ia terima? Ada Apa dengan Inspektorat Nganjuk?


Kasus yang dipersoalkan bukan perkara kecil. Seorang THL kecamatan (nama samaran Mario) diduga meminta uang kepada pelamar PPPK (nama samaran Ratu) dengan janji kelolosan. Setelah seleksi diumumkan, korban gagal dan uang tidak dikembalikan.


Kajian bersama Kejari dan Inspektorat menyatakan kasus ini merupakan tindak pidana penipuan murni (Pasal 378 KUHP) dan direkomendasikan dilimpahkan ke kepolisian.


Namun, hingga kini, tidak ada kejelasan apakah laporan benar-benar pernah dikirim ke APH. Publik dibuat bingung oleh dua pernyataan pejabat yang saling bertolak belakang.


Kebingungan ini menandakan adanya kekacauan tata kelola administrasi dan potensi kelalaian serius di tubuh Inspektorat Daerah Nganjuk.


Masyarakat Layak Marah

Jika Inspektorat sebagai lembaga pengawas internal pemerintah daerah saja tidak mampu mengurus kelanjutan berkas pemeriksaan—apalagi mengawasi proses rekrutmen ASN yang rawan penyimpangan—maka wajar bila publik mempertanyakan:

  • apakah ada upaya menahan atau menyembunyikan berkas?
  • apakah ada intervensi pihak tertentu?
  • mengapa dua pejabat memberi dua versi cerita yang berbeda?
  • sampai kapan pelimpahan berkas hanya menjadi janji?


Kasus PPPK Nganjuk kini bukan hanya soal dugaan penipuan, tetapi juga soal transparansi, profesionalisme, dan integritas birokrasi. Publik layak mendapatkan jawaban, bukan saling lempar pernyataan tanpa kepastian.



(AWA)