|  | 
| Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk | 
NGANJUK, JAVATIMES — Kasus perundungan (bullying) dan meningkatnya dispensasi kawin anak di bawah umur kembali menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan Indonesia. Dua fenomena ini tak hanya mencederai nilai kemanusiaan, tetapi juga mengguncang fondasi perlindungan anak dan cita-cita pendidikan yang berkeadilan.
Menanggapi situasi tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk menegaskan komitmennya memperkuat upaya pencegahan perundungan, intoleransi, dan pernikahan dini di kalangan pelajar SMP.
Serangkaian program kolaboratif digulirkan bersama Dinas Sosial, Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK), serta orang tua siswa melalui kegiatan parenting education yang menekankan pentingnya komunikasi dan empati.
“Kami ingin sekolah menjadi ruang yang aman, inklusif, dan ramah anak — tempat setiap siswa merasa dihargai tanpa takut dihakimi,” ujar Munawir, Kabid SMP Dinas Pendidikan Nganjuk, mewakili Kadisdik Puguh Harnoto, Selasa (28/10/2025).
Gerakan Kolaboratif Cegah Perundungan
Sepanjang tahun 2025, Dinas Pendidikan Nganjuk terus menggencarkan berbagai langkah preventif di sekolah-sekolah. Salah satunya melalui sosialisasi lintas dinas dan lomba esai tematik yang mengangkat isu perundungan dan intoleransi.
Kegiatan ini menjadi bagian dari gerakan pembelajaran sosial yang menanamkan karakter, empati, dan tanggung jawab sosial kepada siswa.
“Kami tidak ingin anak sekadar tahu arti anti-bullying, tapi juga berani bertindak untuk mencegahnya di lingkungannya sendiri,” jelas Munawir.
Pencegahan juga dilakukan melalui forum MGBK, tempat para guru BK dibekali pelatihan untuk menjadi garda depan dalam membangun komunikasi sehat dan budaya saling menghargai di sekolah.
“Anak-anak perlu dibimbing untuk mengenali batas, menghormati perbedaan, dan memahami bahwa kata-kata pun bisa melukai,” tambahnya.
Pendidikan dan Parenting Jadi Kunci
Munawir menegaskan bahwa sinergi antara sekolah dan keluarga menjadi faktor penentu dalam menekan kekerasan sosial di kalangan pelajar.
“Anak hanya berada di sekolah sekitar delapan jam. Di luar itu, mereka berada di rumah dan lingkungan sosial yang tidak bisa dikontrol sekolah. Karena itu, komunikasi antara guru dan orang tua menjadi sangat penting,” jelasnya.
Melalui program parenting education, orang tua dilatih mengenali perubahan perilaku anak, memahami bahasa emosional remaja, dan mendampingi mereka dalam penggunaan media digital secara bijak.
2025 Nihil Laporan Perundungan, Tapi Pengawasan Diperketat
Menjelang akhir tahun 2025, Dinas Pendidikan mencatat tidak ada laporan resmi kasus perundungan dari seluruh sekolah di Nganjuk. Namun, Munawir menegaskan bahwa nihil laporan bukan berarti persoalan hilang.
“Bisa jadi persoalan diselesaikan di tingkat sekolah. Kami tetap mengawasi agar tidak ada kasus yang ditutupi,” tegasnya.
Ia menambahkan, definisi perundungan sering kali bersifat subjektif dan sangat bergantung pada konteks sosial.
“Ada anak yang terbiasa bicara keras, tapi bagi temannya bisa terasa menyakitkan. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter dan empati sosial,” ujarnya.
Pernikahan Dini Jadi Perhatian Serius
Selain isu bullying, pernikahan dini juga menjadi fokus utama pengawasan Dinas Pendidikan Nganjuk. Fenomena ini meningkat secara nasional dan dianggap sebagai bentuk darurat sosial baru di Indonesia.
Berdasarkan data Mahkamah Agung RI (2024), tercatat 34.412 permohonan dispensasi kawin anak di bawah umur, dan 97,3 persen di antaranya dikabulkan oleh pengadilan agama.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun, dengan Jawa Timur masuk lima besar provinsi dengan angka pernikahan dini tertinggi.
Munawir menyebut, pihaknya telah menginstruksikan seluruh kepala sekolah agar memperkuat edukasi reproduksi, sosial, dan hukum kepada siswa SMP. Dinas juga memastikan anak-anak yang menikah dini tetap memperoleh hak pendidikan melalui jalur formal maupun program kesetaraan.
“Tidak boleh ada anak yang berhenti belajar hanya karena status atau stigma sosial,” tegasnya.
Langkah Berkelanjutan: Pendidikan Sebagai Perlindungan
Ke depan, Dinas Pendidikan Nganjuk berkomitmen melanjutkan program edukasi sosial dan pencegahan kekerasan berbasis sekolah, memperkuat kerja sama lintas sektor, serta memperluas sistem pelaporan dan pendampingan psikologis di setiap lembaga pendidikan.
“Kami ingin sekolah menjadi tempat yang bermartabat — di mana setiap anak berani bermimpi, bukan takut datang ke kelas,” pungkas Munawir.
Fenomena perundungan dan pernikahan dini, lanjutnya, merupakan dua sisi dari mata uang yang sama: hilangnya rasa aman dan melemahnya pendidikan karakter di rumah maupun di sekolah.
Langkah preventif yang berkelanjutan menjadi bukti bahwa pendidikan sejati bukan hanya ruang belajar, melainkan benteng moral, sosial, dan psikologis bagi generasi muda.
Berdasarkan informasi yang diterima Javatimes:
- Kasus perundungan (Kemendikbudristek, 2024): 2.486 laporan — meningkat 36% dibanding 2023.
- Permohonan dispensasi kawin anak (Mahkamah Agung, 2024): 34.412 permohonan, 97,3% dikabulkan.
- Provinsi tertinggi pernikahan anak: Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah.
- Usia dominan anak menikah: 15–17 tahun.

 Komentar
Komentar