![]() |
Ketua LSM FAAM Kabupaten Nganjuk angkat bicara soal dugaan kelalaian BRI Unit Baron Nganjuk |
NGANJUK, JAVATIMES — Dugaan praktik kredit janggal di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Baron, Kabupaten Nganjuk semakin menyeruak. Kasus ini menyeret nama Insiyah, warga Dusun Sambirejo, Desa Katerban, yang tiba-tiba terbebani cicilan pinjaman tanpa pernah merasa mengajukan kredit ataupun menandatangani dokumen perjanjian.
Ironisnya, sertipikat rumah milik Insiyah digunakan sebagai jaminan, sementara pihak bank justru mengancam akan melelang rumah tersebut jika angsuran tidak dilunasi.
Warga Terjerat Pinjaman Misterius
Kronologi bermula ketika tetangga Insiyah berinisial S meminjam sertipikat tanah dan bangunannya. Dengan alasan biaya penerbitan sertipikat tanah, S menyerahkan sertipikat itu ke BRI Unit Baron. Dari situ, muncul pinjaman sebesar Rp45 juta atas nama S, serta pinjaman lain Rp35 juta atas nama suaminya, M.
Namun setelah dana cair, S dan M menghilang. Beban pembayaran justru dialihkan ke Insiyah, meski ia tidak pernah menandatangani perjanjian kredit.
“Saya tidak pernah tanda tangan apa pun, tapi tiap bulan harus membayar cicilan. Kalau tidak, rumah saya mau dilelang. Saya merasa sangat dirugikan,” ujar Insiyah, Jumat (29/8/2025).
Kritik LSM: BRI Harus Bertanggung Jawab
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (LSM FAAM) Kabupaten Nganjuk Achmad Ulinuha.
“Prosedur kredit bank seharusnya ketat. Tidak mungkin sertipikat bisa diagunkan tanpa persetujuan sah pemilik. Kalau sampai Bu Insiyah terjerat pinjaman misterius, jelas ada yang tidak beres di internal BRI Unit Baron,” tegas Ulinuha, Rabu (3/9/2025).
Ia menambahkan, pihak bank tidak boleh sekadar menagih masyarakat tanpa mampu menunjukkan bukti dokumen perjanjian kredit.
“Kalau BRI Unit Baron berani mengancam lelang rumah tanpa dokumen perikatan yang sah, ini bukan hanya kelalaian, tapi bisa masuk dugaan penyalahgunaan kewenangan. BRI harus membuka data secara transparan,” tambahnya.
Ada Indikasi Pelanggaran Berat
Lebih jauh Ulinuha menilai kasus ini mengandung indikasi pelanggaran hukum serius.
1. Asas Legalitas Perjanjian (KUHPerdata Pasal 1320)
Syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan para pihak. Jika Insiyah tidak pernah menandatangani akad kredit, maka perjanjian tersebut cacat hukum dan tidak dapat menimbulkan kewajiban bagi dirinya.
2. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Pasal 29 ayat (2) mengatur bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle). Fakta bahwa BRI Unit Baron menerima jaminan tanpa memastikan keabsahan persetujuan pemilik sah sertipikat bisa dianggap sebagai kelalaian berat (gross negligence).
3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4 huruf a menegaskan hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa. Dalam hal ini, Insiyah sebagai konsumen jelas dirugikan.
4. Pasal 19 mewajibkan pelaku usaha (dalam hal ini bank) memberikan ganti rugi jika jasa yang diberikan menimbulkan kerugian.
Potensi Pidana (Pemalsuan Dokumen)
Jika ada tanda tangan atau dokumen yang dipalsukan demi mencairkan kredit, maka bisa masuk dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Desakan Audit dan Investigasi
LSM FAAM mendesak agar kasus ini tidak berhenti pada level Unit Baron semata.
“Kami mendesak OJK, BRI Kantor Wilayah, dan aparat penegak hukum turun tangan. Jangan sampai bank sebesar BRI justru menjadi pelindung praktik kredit abal-abal. Kalau dibiarkan, rakyat kecil akan terus jadi korban,” pungkas Ulinuha.
Sementara itu, Kepala BRI Unit Baron, Lilik Tri Wahyuni, saat dikonfirmasi wartawan belum memberikan jawaban substansial. Ia hanya menyebut masih menunggu arahan dari pimpinan cabang.
Karena itu adalah data kami, kami mohon izin ke cabang dulu kalau mau memberikan informasi. Data apa pun hanya bisa kami berikan apabila ada perintah dari pimpinan, ucap Lilik saat dikonfirmasi awak media.
Hingga berita ini diturunkan, BRI belum mampu menunjukkan dokumen resmi yang membuktikan keterlibatan Insiyah sebagai debitur maupun penjamin.
(AWA)