Mutasi Pejabat di Jombang: Kursi RSUD Jadi Sorotan, Politik Dinilai Lebih Dominan -->

Javatimes

Mutasi Pejabat di Jombang: Kursi RSUD Jadi Sorotan, Politik Dinilai Lebih Dominan

javatimesonline
13 September 2025
JOMBANG, JAVATIMES – Gelombang mutasi besar-besaran kembali mengguncang Pemerintah Kabupaten Jombang. Sebanyak 25 pejabat manajerial resmi dilantik oleh Bupati Warsubi di Pendopo Kabupaten, Kamis (11/9/2025). Namun, sorotan publik langsung mengarah ke dua kursi panas di RSUD Jombang yang dinilai sarat kepentingan.

Nama dr. Pudji Umbaran, M.KP., kembali naik ke permukaan setelah dilantik sebagai Direktur RSUD menggantikan dr. Ma’murotus Sa’diyah, M.Kes. Sementara itu, Anang Sumariono, S.Kep.NS., M.Kes., fungsional penata anestesi yang disebut-sebut memiliki kedekatan keluarga dengan bupati, dipercaya mengisi posisi Wakil Direktur Umum dan Keuangan.

Mutasi ini sontak menuai perdebatan. Publik menilai pergeseran jabatan membenarkan bocoran dokumen skenario mutasi yang sempat beredar beberapa waktu lalu. Dalam dokumen itu, posisi dr. Ma’murotus memang disebut akan digeser ke kursi Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak jabatan yang sebelumnya ditempati oleh dr. Pudji.

Kritik: Kinerja Tergeser Kepentingan

Akademisi DR Solikin Rusli mengingatkan bahwa mutasi seharusnya berbasis kinerja, bukan sekadar loyalitas atau asal-usul politik.
“Mutasi memang hak bupati, tapi jangan sampai mengingkari pernyataan sendiri. Apakah syarat jadi pejabat harus pintar bersilat lidah? Ini bukan penyegaran, melainkan bukti kepentingan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti risiko birokrasi terjebak dalam permainan politik.
“Kalau orangnya bupati lama, apakah pasti jelek? Tidak juga. Begitu pula orangnya bupati sekarang belum tentu terbaik semua. Kalau seleksi seperti ini, berarti tujuannya bukan untuk kinerja, tapi untuk memetakan kelompok dan membalas masa lalu,” tandasnya.

Solikin menekankan pentingnya loyalitas ASN, namun tetap berpijak pada kepentingan publik.
“Loyal itu harus, tapi loyal untuk kinerja, bukan untuk kepentingan politik,” pungkasnya.

Lebih jauh, ia mengingatkan publik agar tidak melupakan rekam jejak dr. Pudji selama delapan tahun lebih memimpin RSUD Jombang.

Aspek Hukum: Potensi Cacat Prosedur

Nada serupa disuarakan praktisi hukum Beny Hendro Yulianto, SH. Menurutnya, mutasi berbasis kepentingan politik berpotensi cacat hukum.
“Mutasi harus berbasis kompetensi dan meritokrasi sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Jika tanpa mekanisme transparan sebagaimana diatur PermenPAN-RB Nomor 15 Tahun 2019, maka keputusan itu bukan hanya bermasalah etik, tapi juga bisa dibatalkan secara hukum,” jelasnya.

Beny menegaskan, aroma politik dalam mutasi kali ini sulit ditepis.
“Ada pejabat yang ditandai sebagai ‘orangnya Bu Mundjidah’, lalu benar-benar diganti. Kalau dibiarkan, bisa memicu krisis legitimasi,” ujarnya.

Respons Politik: Diam yang Berbicara

Di sisi lain, Ketua DPC PPP Jombang, Ema Umiyyatul Chusnah, memilih menahan komentar.
“Ngapunten, saya no comment. Masyarakat bisa menilai sendiri,” katanya singkat.

Titik Kritis

Dengan sorotan publik yang begitu kuat, mutasi ini tidak sekadar urusan administrasi, melainkan potret tarik-ulur politik di birokrasi daerah. Kursi RSUD Jombang kini menjadi panggung utama, tempat di mana loyalitas, kepentingan, dan kinerja dipertaruhkan.






(Gading)