Mutasi Pejabat di Jombang Dinilai Sarat Kepentingan Politik, Bukan Penyegaran Kinerja -->

Javatimes

Mutasi Pejabat di Jombang Dinilai Sarat Kepentingan Politik, Bukan Penyegaran Kinerja

javatimesonline
12 Agustus 2025
Dr. Ahmad Sholikhin Ruslie S.H., M.H.
JOMBANG, JAVATIMES – Polemik mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang semakin menghangat. Sebuah dokumen berisi susunan “kabinet” internal yang diduga disusun oleh salah satu pejabat pemerintahan kabupaten Jombang beredar luas dan memicu spekulasi publik. Dalam daftar tersebut, tercantum sejumlah nama pejabat strategis disertai catatan yang menyebut “orang-orang pemerintahan lama harus diganti”.

Belum ada pernyataan resmi yang memastikan apakah dokumen itu bagian dari kebijakan internal atau rencana restrukturisasi formal. Namun, aroma politik langsung tercium. Spekulasi pun mengarah pada kemungkinan keterlibatan pihak-pihak dekat bupati mulai dari tim ahli, kelompok percepatan, hingga lingkar keluarga.

Publik kini menantikan klarifikasi guna menjamin transparansi dan akuntabilitas birokrasi.

Pengamat: Indikasinya Bukan Penyegaran, Tapi Eliminasi

Pengamat politik DR Solikin Rusli menilai, jika indikasi tersebut benar, maka mutasi ini jauh dari semangat penyegaran kinerja seperti yang disampaikan bupati.

“Kalau masalah itu, saya sudah menduga. Secara politik, meskipun kemarin bupati bilang untuk penyegaran kinerja, saya tidak percaya. Pasti ada maksud untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap loyal kepada bupati lama,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan ini secara langsung tidak akan berdampak pada bupati lama yang sudah tidak memiliki kekuasaan. Namun, bagi pemerintahan saat ini, langkah itu berisiko menggerus profesionalisme dan soliditas.

“Ini bukan proses rekonsiliasi, tapi justru membentuk pengelompokan orang berdasarkan kedekatan. Nanti akan saling menjatuhkan dan itu mengurangi soliditas pemerintah daerah,” tegasnya.

Profesionalisme Harus Jadi Tolok Ukur

DR Solikin Rusli menegaskan bahwa penilaian pejabat semestinya berbasis kinerja, bukan asal-usul atau siapa yang mengangkatnya.

“Kalau orangnya bupati lama, apakah pasti jelek? Tidak juga. Begitu pula orangnya bupati sekarang belum tentu yang terbaik semua. Kalau seleksi seperti ini, berarti tujuannya bukan untuk kebaikan kinerja, tapi untuk memetakan kelompok dan membalas masa lalu,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa loyalitas PNS kepada pimpinan adalah hal wajar, namun harus diarahkan demi kepentingan publik.

“Loyal itu harus, tapi loyal untuk kebaikan kinerja, bukan loyal untuk kepentingan politik,” pungkasnya.

Dengan situasi yang kian memanas, masyarakat menunggu langkah tegas pemerintah daerah untuk memastikan mutasi pejabat benar-benar menjadi sarana pembenahan birokrasi bukan arena tarik-menarik kepentingan politik yang justru mengorbankan pelayanan publik.






(Gading)