Mutasi ASN: Mojokerto Transparan, Jombang Justru Diliputi Polemik -->

Javatimes

Mutasi ASN: Mojokerto Transparan, Jombang Justru Diliputi Polemik

javatimesonline
19 Agustus 2025
Beny Hendro Yulianto SH
JOMBANG, JAVATIMES – Di tengah sorotan publik soal mutasi jabatan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto dinilai lebih siap dan transparan dibanding Pemkab Jombang. Perbedaan mencolok terlihat dari proses dan tahapan yang dilakukan sebelum rotasi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Praktisi hukum sekaligus pengamat publik, Beny Hendro Yulianto SH, menyebut Mojokerto patut dijadikan contoh. 
“Pemkab Mojokerto menata sistem lebih rapi. Semua tahapan dibuka ke publik sehingga tidak menimbulkan stigma negatif,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).

Menurut Beny, sebelum mutasi dilakukan, Mojokerto menggelar jobfit yang berlangsung di The Southern Hotel Surabaya pada 9–10 Juli 2025. Jobfit ini diikuti 30 pejabat Pemkab Mojokerto dan melibatkan 5 panitia seleksi (pansel) profesional, yakni:

  • Ketua Pansel dari BKD Jawa Timur
  • Sekretaris Pansel dari Sekda Mojokerto
  • Anggota dari Inspektorat Jawa Timur
  • Guru Besar dari Universitas Islam Jember
  • Guru Besar dari Universitas Airlangga


Metode seleksi ini meliputi wawancara mendalam yang menguji visi-misi pejabat, legalitas, kemampuan problem solving, serta riwayat kerja. Aspek kesehatan juga menjadi bagian dari penilaian.

“Jobfit ini bukan soal jabatan semata, tapi untuk menguji komitmen pejabat apakah benar-benar mau bekerja untuk masyarakat” tegas Beny.

Hasil jobfit kemudian diserahkan ke bupati dan diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapatkan rekomendasi. Dengan mekanisme ini, Beny menilai ruang praktik jual beli jabatan bisa tertutup rapat.

Jombang Justru Diselimuti Polemik

Berbeda dengan Mojokerto, proses mutasi jabatan di Pemkab Jombang justru menuai polemik. Publik menuding adanya intervensi politik dan bahkan menduga mutasi dijadikan ajang balas dendam politik.

Bupati Jombang, Warsubi, hingga kini belum membeberkan tahapan maupun arah kebijakan mutasi secara detail. Hal ini membuat spekulasi liar berkembang.

“Pemkab Jombang mestinya bisa meniru Mojokerto, terutama soal keterbukaan. Kalau prosesnya transparan, publik tidak akan berspekulasi macam-macam,” saran Beny.

Sebelumnya, praktisi hukum Syarahuddin alias Bang Reza juga menyoroti isu ini. Menurutnya, mutasi seharusnya fokus pada peningkatan kinerja, bukan kepentingan politik.

“Mutasi jabatan sering kali dipandang sebagai alat untuk memperkuat posisi politik kepala daerah. Ada kekhawatiran ini tidak berdasarkan kinerja, melainkan loyalitas politik,” kata Bang Reza, Senin (18/8/2025).

Ia menegaskan, proses mutasi yang tidak transparan bisa menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan mengganggu stabilitas organisasi perangkat daerah.

“Jika pegawai dipindah bukan berdasarkan kompetensi, pelayanan publik yang harusnya meningkat justru bisa terganggu,” tambahnya.

Bang Reza mendesak Bupati Warsubi agar memberikan penjelasan rinci tentang kriteria mutasi. 
“Keterbukaan itu penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tandasnya.

Jawaban Bupati Warsubi

Sementara itu, Warsubi mengklaim mutasi dilakukan murni berdasarkan evaluasi kinerja. Namun, ia tidak menjelaskan detail metode penilaian yang digunakan.

“Mutasi ini untuk penyegaran agar kinerja pemerintah lebih baik. Insyaallah tanggal 22 Agustus kita lakukan,” katanya, Senin (11/8/2025).

Dari data yang dihimpun, Pemkab Jombang telah mengajukan rencana mutasi ke Kemendagri untuk mendapat persetujuan. Sebelumnya, sejumlah pejabat juga dikabarkan dipanggil ke kediaman pribadi bupati di Mojokrapak untuk menyelaraskan program kerja dengan visi-misi bupati.







(Gading)