![]() |
Ilustrasi pupuk subsidi (foto: Istimewa) |
NGANJUK, JAVATIMES – Praktik tak terpuji diduga terjadi di Desa Perning, Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk. Supartono, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Guno Sakti, dilaporkan oleh sejumlah anggotanya karena diduga menjual pupuk bersubsidi dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sejumlah petani mengaku membeli pupuk jenis Urea dan Phonska dengan harga Rp150.000 per sak berisi 50 kilogram. Padahal, pemerintah telah menetapkan HET jauh lebih rendah dari harga tersebut.
“Harga pupuk Urea dan Phonska sama, Rp150 ribu per sak. Padahal itu kan pupuk subsidi. Saya merasa dirugikan,” kata seorang anggota kelompok tani yang meminta identitasnya disamarkan, sebut saja Amar, saat dikonfirmasi pada Minggu (17/8/2025) malam.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 644/KPTS/SR.310/M/11/2024, HET pupuk untuk tahun 2025 adalah:
- Urea: Rp2.250/kg (Rp112.500 per sak)
- NPK (Phonska): Rp2.300/kg (Rp115.000 per sak)
Lebih ironis lagi, kata Amar, pupuk bersubsidi yang seharusnya menjadi hak anggota kerap dialihkan ke pihak lain bila tidak segera ditebus.
“Saya pernah tidak dapat jatah pupuk, padahal nama saya ada di RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Tapi pupuk saya katanya sudah dijual ke orang lain,” ungkapnya kecewa.
Dugaan Penjualan ke Luar Kecamatan
Pengakuan serupa datang dari anggota lainnya, Rama (bukan nama sebenarnya). Ia menyebut Supartono bahkan diduga menjual pupuk subsidi hingga keluar kecamatan.
“Pernah ada pupuk yang dijual ke seseorang dari Kecamatan Lengkong, sementara banyak anggota di sini masih belum kebagian,” ujarnya.
Menurut Rama, keputusan yang diambil ketua kelompok selalu dilakukan sepihak tanpa musyawarah. Transparansi mengenai jumlah pupuk yang diterima dari kios dan pembagian ke anggota nyaris tidak pernah ada.
“Pak Supartono memperlakukan pupuk subsidi seperti barang dagangan biasa. Tidak pernah ada musyawarah, tidak ada tanda tangan, bahkan fotokopi KTP pun tidak diminta. Seolah pupuk itu milik pribadi,” tegasnya.
15 Tahun Menjabat, Minim Musyawarah
Informasi lain yang berkembang di kalangan petani menyebut, selama lebih dari 15 tahun menjabat, Supartono nyaris tidak pernah menggelar pertemuan anggota. Bahkan, sisa hasil penjualan pupuk diduga masuk ke kantong pribadi.
“Sepertinya dia sengaja mempertahankan jabatan ketua. Tidak pernah ada pemilihan ulang. Dari pupuk saja dia sudah mendapat keuntungan besar,” kata salah satu anggota lain.
Hukum Mengancam: Ancaman Pidana Nyata
Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pupuk melarang keras penjualan pupuk bersubsidi di atas HET. Pelanggaran bisa dikenai tuntutan pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar
PT Pupuk Indonesia sendiri menyatakan tidak menoleransi praktik semacam ini dan siap menindak tegas melalui penegakan hukum dan pengawasan ketat.
Supartono Belum Beri Tanggapan
Tim redaksi berupaya mengonfirmasi dugaan ini kepada Supartono. Namun, saat didatangi ke rumahnya pada Senin (18/8/2025) malam, pintu rumahnya tertutup rapat. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp juga belum mendapat respons hingga berita ini diturunkan.
Kasus ini menjadi cermin masih lemahnya pengawasan terhadap distribusi pupuk bersubsidi di tingkat kelompok tani. Padahal, pupuk bersubsidi adalah hak petani kecil yang sangat bergantung pada kebijakan pemerintah untuk menjaga kelangsungan usaha tani mereka.
(AWA)