![]() |
Praktisi hukum dan pemerhati pendidikan buka suara soal polemik di SMAN 1 Ngronggot |
NGANJUK, JAVATIMES – Polemik terkait pengakuan Wakil Kepala Sekolah (Waka) Humas SMAN 1 Ngronggot soal adanya instruksi dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Nganjuk yang melarang kepala sekolah menemui media, serta soal pungutan SPP di sekolah negeri, menuai kritik keras dari kalangan praktisi hukum.
Anang Hartoyo, praktisi hukum sekaligus pemerhati pendidikan asal Kabupaten Nganjuk, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pembatasan hak publik atas informasi dan berpotensi melanggar hukum.
“Larangan kepada kepala sekolah untuk berbicara kepada media tanpa dasar hukum yang sah merupakan bentuk pembatasan terhadap hak publik untuk tahu. Ini bisa dikategorikan sebagai maladministrasi dan bahkan melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegas Anang saat dihubungi Javatimes, Selasa (27/5/2025).
Lebih lanjut, Anang juga menyoroti praktik iuran rutin yang disebut sebagai SPP oleh pihak SMAN 1 Ngronggot, yang dinilainya bertentangan dengan aturan pemerintah pusat.
“Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 secara tegas melarang pungutan dalam bentuk apapun oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah negeri, baik SMA maupun SMK, tidak boleh menarik iuran wajib dari peserta didik,” jelasnya.
Menurutnya, jika pungutan tersebut bersifat rutin, ditentukan besarannya, dan wajib dibayarkan, maka itu sudah masuk kategori pungutan terlarang.
Anang juga mengingatkan bahwa sumbangan dalam dunia pendidikan hanya diperbolehkan jika benar-benar sukarela, tidak ada unsur paksaan, dan tidak ditentukan waktu serta jumlahnya.
“Kalau namanya SPP, besarannya Rp65.000 atau Rp75.000 per bulan, dan dibayarkan rutin, itu bukan sumbangan tapi pungutan. Ini harus ditindak. Kalau dibiarkan, bisa menjadi praktik yang menjurus ke pungutan liar,” tegasnya.
Ia juga mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk turun tangan menyelidiki praktik tersebut dan memastikan tak ada pelanggaran sistemik yang mencederai hak siswa atas pendidikan gratis di sekolah negeri.
Anang menekankan, pendidikan harus menjadi ruang yang transparan dan terbuka, bukan ruang gelap yang diwarnai pembungkaman dan pembiaran kebijakan yang melanggar hukum.
“Ini bukan hanya soal prosedur administratif, tapi soal kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan kita. Diam bukanlah solusi ketika hak-hak siswa dan orang tua dirugikan,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak SMAN 1 Ngronggot maupun dari Kacabdin Nganjuk terkait dugaan pelanggaran regulasi dan keluhan wali murid atas pungutan tersebut.
(AWA)