![]() |
Yunus Wahyudi Protes Penetapan Tersangka: Bela Emak-Emak, Justru Dikenai Pidana |
BANYUWANGI, JAVATIMES – Julukan "Harimau Blambangan" yang melekat pada Yunus Wahyudi, aktivis vokal asal Banyuwangi, kini terusik oleh jeratan hukum yang dinilai sarat kejanggalan. Yunus, yang selama ini dikenal gigih membela rakyat kecil, terutama emak-emak korban rentenir berkedok lembaga keuangan atau yang dikenal sebagai bank plecit, justru ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan.
Yunus menceritakan dalam insiden yang terjadi di depan publik tersebut, pada awalnya saya justru menjadi korban pemukulan oleh beberapa karyawan dari salah satu lembaga keuangan bernama PT. Bina Artha Ventura. Bukti rekaman video dan kesaksian warga memperlihatkan bahwa saya dipukul lebih dahulu. Namun dalam proses hukum, justru saya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat kepolisian Banyuwangi beber yunus
Padahal, keberadaan bank plecit yang menyasar kalangan ekonomi lemah sangat meresahkan. Aktivitas mereka kerap melanggar prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan tidak sedikit yang beroperasi tanpa izin resmi dari OJK sesuai dengan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi jelas yunus
Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas?
Perlakuan tidak adil terhadap saya menambah daftar panjang potret penegakan hukum di Banyuwangi. Di saat aparat begitu cepat menetapkan seorang pembela rakyat kecil sebagai tersangka,
pelanggaran hukum yang nyata dan merusak lingkungan seperti tambang emas ilegal di Gunung Tumpang Pitu maupun tambang pasir liar di kawasan pesisir selatan justru dibiarkan beroperasi tanpa hambatan, ucap Yunus membandingkan
Lebih lanjut aktivitas tambang tersebut nyata-nyata melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi No. 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012-2032, yang menegaskan zonasi perlindungan kawasan hutan dan pesisir.
Selain itu, banyak tambang tidak mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan ini merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan pemerintah dan perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana diatur dalam PP No. 22 Tahun 2021 kata yunus
Seruan Keadilan
Logika hukum terbalik yang memakan korban yaitu saya sendiri merupakan potret buram penegakan hukum yang tidak netral. Penegakan hukum tidak boleh menjadi alat untuk membungkam suara rakyat yang kritis terhadap ketimpangan dan kesewenang-wenangan.
“saya meminta Kapolri dan Komnas HAM turun tangan. Ini bukan tentang kasus saya, tapi tentang bagaimana hukum di Banyuwangi memperlakukan pembela rakyat kecil,” ujar yunus dengan geram
Bahkan ia juga mengingatkan, jika hukum terus dipertontonkan sebagai alat kekuasaan, bukan keadilan, maka wibawa aparat penegak hukum akan makin merosot di mata publik. Banyuwangi, tanah Blambangan yang luhur, tidak boleh jadi ladang ketidakadilan yang subur.
"Yang jelas, biar publik yang menilai, apakah Yunus yang salah, atau mereka yang menganggap hukum ada di genggamannya," pungkas Yunus.
Respons Kepolisian
Terkait penetapan tersangka, kontributor Javatimes telah mencoba mengonfirmasi ke sejumlah pihak Polresta Banyuwangi. Kasat Intel menyarankan agar pertanyaan langsung ditujukan ke Kasatreskrim.
Sementara itu, Kasatreskrim menyampaikan melalui pesan singkat:
“Selamat sore, mas. Semua laporan dari kedua belah pihak kami proses. Rangkaian penyidikan masih berlangsung.”
Kapolresta Banyuwangi belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan
(Gading)