Pemerhati Pendidikan Soroti Dugaan Pungutan di SMAN 1 Ngronggot: “Jangan Jadikan Ujian sebagai Alat Tekanan” -->

Javatimes

Pemerhati Pendidikan Soroti Dugaan Pungutan di SMAN 1 Ngronggot: “Jangan Jadikan Ujian sebagai Alat Tekanan”

javatimesonline
01 Juni 2025
Tampak depan SMAN 1 Ngronggot 

NGANJUK, JAVATIMES — Dugaan adanya pungutan uang gedung dan SPP di SMAN 1 Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, memicu reaksi dari berbagai pihak. Kali ini, sorotan datang dari Nita Fitriana, S.Pd., M.SC., pemerhati pendidikan asal Nganjuk, yang menilai praktik tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas keadilan pendidikan.


Menurut Nita, penarikan biaya hingga jutaan rupiah dari siswa di sekolah negeri sangat memberatkan, terlebih jika disertai ancaman administratif seperti penahanan nomor ujian.

“Pendidikan di sekolah negeri itu harusnya gratis. Kalau benar siswa diancam tidak diberi nomor ujian karena belum bayar, itu jelas bentuk tekanan yang tidak manusiawi. Jangan jadikan ujian sebagai alat intimidasi,” tegas Nita kepada Javatimes, Sabtu (31/5/2025).


Desakan Serius untuk Investigasi

Nita meminta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur serta instansi pengawas seperti Inspektorat dan Ombudsman segera melakukan investigasi terbuka.

“Jika praktik ini dibiarkan, maka akan menciptakan ketimpangan akses pendidikan. Yang miskin makin tersingkir,” tandasnya.


Praktisi Hukum: Praktik Seperti Ini Bisa Diperkarakan Secara Hukum

Pendapat senada disampaikan oleh Anang Hartoyo, S.H., praktisi hukum asal Kabupaten Nganjuk. Ia menyatakan bahwa sekolah negeri tidak dibenarkan melakukan pungutan tanpa dasar hukum dan persetujuan yang sah secara kolektif.

“Kalau pungutan dilakukan tanpa payung hukum seperti Peraturan Gubernur atau SK Komite yang sah, dan tanpa transparansi penggunaan, maka itu masuk ranah pungutan liar, dan bisa diperkarakan,” tegas Anang.


Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan, termasuk kewajiban sekolah menyediakan bukti pembayaran yang sah bagi setiap transaksi.

“Pembayaran tanpa kuitansi atau bukti resmi itu pelanggaran administrasi berat. Apalagi jika dana tersebut tidak tercatat dalam RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah),” jelasnya.


Komite Sekolah Jangan Jadi Stempel Formalitas

Anang juga mengkritik peran komite sekolah yang kerap dianggap hanya sebagai formalitas untuk melegitimasi pungutan.

“Komite sekolah harus berpihak kepada kepentingan wali murid, bukan menjadi stempel legalitas pihak sekolah. Jika tidak aktif mengawasi dan menyuarakan suara orang tua, maka keberadaannya patut dipertanyakan,” ujarnya.


Tuntutan Transparansi dan Perlindungan Hak Siswa

Dengan adanya aduan dari wali murid, pemerhati pendidikan dan praktisi hukum, kini bola panas ada di tangan pemerintah provinsi dan aparat pengawas. Praktik pungutan yang tidak sah, terlebih yang mengancam hak siswa atas pendidikan, harus dihentikan.

“Ini bukan soal besar atau kecil nominalnya. Ini soal prinsip dan keadilan dalam dunia pendidikan,” pungkas Nita.


Redaksi Javatimes masih terus berupaya menghubungi pihak SMAN 1 Ngronggot guna mendapatkan klarifikasi lebih lanjut sesuai prinsip jurnalistik yang berimbang.




(AWA)