Komunitas Advokat Hadiri RDPU RUU KUHAP di DPR, Desak Penghapusan Pasal yang Dinilai Bungkam Profesi -->

Javatimes

Komunitas Advokat Hadiri RDPU RUU KUHAP di DPR, Desak Penghapusan Pasal yang Dinilai Bungkam Profesi

javatimesonline
18 Juni 2025

 
Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI pada Rabu, 18 Juni 2025 di Gedung Nusantara II DPR RI

JAKARTA, JAVATIMES – Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI pada Rabu, 18 Juni 2025 di Gedung Nusantara II DPR RI. Tiga perwakilan yang hadir dalam forum tersebut adalah Johan Imanuel, S.H., Prayogo Laksono, S.H., M.H., dan Yogi Pajar Suprayogi, A.Md., S.E., S.H.


RDPU ini merupakan tindak lanjut dari undangan resmi Komisi III DPR RI untuk menerima aspirasi dan masukan masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).


Dalam paparannya, Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP menyoroti keras Pasal 142 ayat (3) huruf b dalam draf RUU KUHAP yang menyatakan "Advokat dilarang memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya."

“Ketentuan ini sangat bertentangan dengan prinsip profesi advokat sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri. Ini upaya membungkam suara advokat, sekaligus bertentangan dengan UU Advokat dan prinsip hak asasi manusia,” ujar Johan Imanuel di hadapan anggota Komisi III.


Komunitas advokat tersebut menilai pasal itu melecehkan nilai-nilai demokrasi dan mengancam independensi profesi advokat sebagai bagian dari sistem peradilan yang seharusnya bebas dari tekanan dan pembatasan tidak berdasar.

“Pasal ini merendahkan kehormatan dan tanggung jawab profesi advokat sebagai officium nobile. Advokat bukan hanya hadir di pengadilan, tapi juga bagian dari kontrol publik atas jalannya proses hukum,” tambah Prayogo Laksono.


Selain menuntut penghapusan pasal tersebut, mereka juga mengusulkan penambahan materi dalam RUU KUHAP yang secara eksplisit menindaklanjuti sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), antara lain terkait praperadilan, penetapan tersangka, hingga peninjauan kembali (PK) putusan yang berkekuatan hukum tetap.

“RUU KUHAP seharusnya merefleksikan putusan MK secara utuh dan tidak setengah hati. Jangan sampai produk hukum yang lahir malah mengabaikan prinsip keadilan yang sudah ditegaskan dalam konstitusi,” tegas Yogi Pajar Suprayogi.


Komunitas ini juga menekankan pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses legislasi, sesuai amanat Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.


Komisi III DPR RI menerima masukan tersebut sebagai bagian dari proses penyempurnaan RUU KUHAP, meski hingga saat ini belum ada keputusan resmi apakah pasal-pasal kontroversial tersebut akan direvisi.



(AWA)