![]() |
Ketua LSM CBN cabang Jombang Imam Subagyo |
JOMBANG, JAVATIMES -- Perkara dugaan pemalsuan tandatangan dan agunan fiktif di BRI Unit Perak Kabupaten Jombang terus menjadi perbincangan negatif di wilayah setempat. Bahkan tidak jarang masyarakat yang bersuara agar perkara itu segera dilaporkan ke pihak berwajib.
Atas dasar itulah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Cakra Bhaskara Nusantara (CBN) cabang Jombang mendatangi Polres Jombang, Senin (10/6/2024).
Dikatakan Ketua LSM CBN cabang Jombang Imam Subagyo, kedatangan lembaganya di Polres Jombang tidak lain untuk melaporkan perkara dugaan pemalsuan tandatangan dan agunan fiktif di BRI Unit Perak.
Ini sudah menimbulkan keresahan di masyarakat, karenanya kami bersurat ke Kapolres Jombang agar kiranya dapat melakukan penyelidikan terhadap perkara tersebut, ujar Imam, Kamis (13/6/2024).
Dikatakan Imam, sebagai pihak pengelola jasa keuangan, karyawan BRI Unit Perak seharusnya wajib menyediakan dan atau menyampaikan informasi mengenai produk dan atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan serta bersifat transparan terhadap debiturnya.
Namun hal yang terjadi justru sebaliknya, ada sejumlah oknum yang mengabaikan hal itu. Bahkan ada dugaan oknum-oknum tersebut melakukan tindakan perbuatan melawan hukum, ucap Imam.
Untuk itu melalui surat yang kami sampaikan, besar harapan kami Polres Jombang dapat memberikan efek jera terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pemalsuan, dalam hal ini adalah oknum pegawai BRI Unit Perak serta pihak ketiga freelance yang bekerjasama dengan BRI Unit Perak, imbuh Imam.
Di tempat terpisah, praktisi hukum Joko Prasetyo SH MH juga ikut buka suara soal perkara di BRI Unit Perak, Jombang. Dikatakan pria yang akrab disapa Bang Jack itu, dirinya sangat menyayangkan kejadian yang menimpa korban. Apalagi ada dugaan pemalsuan dan konspirasi jahat dalam dunia perbankan.
Apabila apa yang disampaikan korban terbukti, maka Bank BRI harus berbenah diri. Jangan sampai masyarakat mengalami kejadian yang sama, yaitu realisasi pinjaman fiktif dengan melakukan pemalsuan data yang dapat merugikan masyarakat, ungkap Bang Jack.
Lebih lanjut, Bang Jack juga menyampaikan pandangannya soal dugaan pemalsuan dokumen. Jika pemalsuan dokumen itu benar terjadi, maka hal tersebut dapat dipidana.
Begitu pula dengan dugaan agunan fiktif. Jika pengajuan kredit dengan menggunakan nama orang lain dan ditemukan dengan jelas tandatangan yang dipalsukan, maka kata Bang Jack, hal itu mengarah pada perbuatan melawan hukum.
Sehingga secara hukum, kata Bang Jack, dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Bank dapat dijerat dengan Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Yaitu, anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank dapat diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar, kata Bang Jack.
Selain dapat dipidana, kata bang Jack, korban juga dapat melakukan gugatan keperdataan terkait ganti kerugian atas peristiwa yang dialaminya.
Secara umum, urai Bang Jack, hal tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, secara khusus, diatur pula pada UU Perlindungan Data Pribadi Pada Pasal 12 dan Pasal 28.
Jika memang benar terdapat proses transaksi elektronik yang dilakukan oknum bank tersebut dalam proses terbit/timbulnya pinjaman/kredit, maka dapat dikenakan pula Pasal 38 UU ITE No.11/2008 jo UU 19/2016, beber Bang Jack.
(Gading)