Diduga Rekayasa Warisan dan Sertifikat "Hilang":Jejak Manipulasi Data di Desa Mojokambang Mulai Terungkap -->

Javatimes

Diduga Rekayasa Warisan dan Sertifikat "Hilang":Jejak Manipulasi Data di Desa Mojokambang Mulai Terungkap

javatimesonline
26 November 2025
JOMBANG, JAVATIMES – Dugaan manipulasi data kembali mencoreng wajah birokrasi desa di Kabupaten Jombang. Kali ini, kasus tersebut diduga dilakukan oleh mantan Kepala Desa Mojokambang bersama sejumlah perangkat desa dan bekerjasama dengan suyut (mantan perangkat desa bandar Kedungmulyo) pembeli lahan tersebut , yang diduga merekayasa data ahli waris untuk menguasai lahan peninggalan almarhum Mardjuki.

Temuan ini muncul setelah proses eksekusi lahan oleh Pengadilan Agama Jombang yang justru memunculkan kejanggalan besar: tidak satu pun pihak yang hadir dapat menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Mardjuki, padahal objek yang dieksekusi adalah lahan bersertifikat.

Awal Mula: Surat Waris yang Diduga Direkayasa Pemdes

Kasus bermula dari terbitnya surat pernyataan waris atas nama pasangan almarhumah Suminah dan Mardjuki.
Surat tersebut ditandatangani oleh Kades berinisial Hdn, beserta Sekretaris Desa Mojokambang dan Kepala Dusun Kemendung.

Isi surat itu menyebutkan empat nama sebagai ahli waris:

  1. Suyatin (anak)
  2. Yatimah (anak)
  3. Ahmadun Zain (cucu)
  4. Wildan Yuliansya (cucu)

Namun, warga menilai isi surat itu tidak sesuai fakta sejarah keluarga.

Kesaksian Warga: “Suyatin Itu Anak Saeran, Bukan Anak Mardjuki”

Seorang warga, sebut saja warlok, membantah isi surat tersebut.

“Yang saya tahu, Suyatin dan Yatimah adalah anak dari Saeran dan Suminah. Bukan anak dari Mardjuki,” ungkapnya.

Warlok juga mengungkap fakta menarik:

  • Yatimah lahir tahun 1967,
  • sedangkan Suminah menikah dengan Mardjuki tahun 1969.

Secara logika, Yatimah tidak mungkin anak dari perkawinan Suminah–Mardjuki.
Namun, surat waris yang diterbitkan pemdes tetap memasukkan Yatimah sebagai anak kandung pewaris.

“Ini janggal. Tapi oleh oknum perangkat desa, surat itu tetap dipaksakan,” tegas warlok

Kejanggalan Berikutnya: Cap Jempol diduga Palsu & Penandatangan yang Tak Hadir

Bukan hanya data waris yang mencurigakan.
Salah satu dokumen jual beli lahan juga menunjukkan cap jempol Suyatin, padahal di dalam KTP, Suyatin menggunakan tanda tangan, bukan cap jempol.

Lebih parah lagi, perjanjian jual beli disebut terjadi tahun 2019.
Namun menurut warlok:

“Suyatin sejak 2017 tidak tinggal di Mojokambang. Ia merantau ke luar Jawa dan hampir tidak pernah pulang. Lalu siapa yang memberi cap jari itu?”
Temuan ini menguatkan dugaan bahwa dokumen tersebut direkayasa.


Sertifikat “Hilang”, Tapi Ternyata Dipegang Pembeli

Kisah sertifikat SHM Mardjuki lebih membingungkan lagi.

Tahun 2016, sertifikat itu dilaporkan hilang. Namun pada Oktober 2022, sertifikat tersebut justru ditemukan berada di tangan pembeli lahan yang bersengketa atas nama suyut. Pembeli itu kemudian menyerahkan SHM kepada ZA, Kades Bandar Kedungmulyo.

Warlok menilai kondisi ini sangat janggal.

“Bagaimana sertifikat yang hilang bisa ada di tangan pembeli? Ada apa sebenarnya?” ujar seorang warlok

Ada pula bukti laporan kehilangan serta dokumen serah terima SHM yang kini menjadi perhatian masyarakat.

Camat Sudah Ingatkan, Tapi Pemdes Tetap Abaikan

Sebelum kasus melebar, Camat Bandar Kedungmulyo saat itu, Mahmudi, diketahui telah:

  • meminta pemdes menyesuaikan surat waris dengan data yang benar,
  • mengumpulkan para pihak untuk mediasi di kecamatan.

Namun mediasi gagal karena salah satu pihak tidak hadir.
Meski begitu, peringatan camat tidak diindahkan oleh oknum pemdes.

Eksekusi Dinilai Cacat Formil: Tanpa SHM, Tanpa Bukti Kepemilikan

Pada proses eksekusi lahan oleh Pengadilan Agama Jombang pada 25 November 2025, pihak pemohon tak mampu menunjukkan:
  • SHM Mardjuki,
  • bukti kepemilikan lain,
  • data batas lahan yang sah.

Pengadilan pun tidak memiliki dasar kuat untuk memastikan legalitas objek eksekusi.

“Hanya surat waris yang dipakai, padahal surat itu sendiri diduga hasil rekayasa,” ujar warga lainnya.

Menurut warga, eksekusi tersebut cacat formil karena:
  • objek tidak jelas,
  • kepemilikan tidak terbukti,
  • dasar dokumen diragukan keabsahannya.

Putusan Pengadilan Agama Justru Berbeda dari Surat Waris Pemdes

Dalam salinan putusan Pengadilan Agama, susunan ahli waris Mardjuki adalah:

  • Jaenab & Marmah
         → Anak kandung, masing-masing 336/1.152

  • Suyatin
          → Anak dari Suminah (bukan anak Mardjuki), 100/1.152

  • Ahmadun Zain & Wildan Yuliansyah
          → Cucu dari Yatimah, sebagai ahli waris pengganti, masing-masing 190/1.152

Putusan ini bertolak belakang dengan surat waris versi pemdes, sehingga memperkuat dugaan manipulasi data oleh perangkat desa.

Indikasi Upaya Pencaplokan Sejak Tahun 2000

Warga menduga upaya penguasaan lahan waris sudah direncanakan sejak, Mardjuki meninggal tahun 2000.

Keterlibatan beberapa pihak keluarga, yang kemudian “berjalan beriringan” dengan dugaan keterlibatan perangkat desa, menunjukkan adanya skenario panjang untuk menguasai lahan.

“Semua ini terlalu dipaksakan. Tanpa SHM, tanpa dasar hukum, tapi tetap memaksa menguasai tanah,” ungkap warga.

Kasus dugaan manipulasi data ahli waris di Desa Mojokambang kini menjadi sorotan publik. Mulai dari data keturunan yang tidak sesuai, tanda tangan yang dipalsukan, sertifikat hilang yang muncul di tangan pembeli, hingga eksekusi cacat formil—semuanya mengarah pada dugaan adanya rekayasa sistematis.

Warga berharap pihak kepolisian, kejaksaan, dan inspektorat segera turun tangan untuk mengungkap:

Siapa aktor intelektualnya?

Bagaimana sertifikat bisa berpindah tangan?

Mengapa surat waris yang salah tetap dikeluarkan pemdes?

Adakah konflik kepentingan antara oknum pemdes dan pihak pembeli?

Investigasi ini masih berlanjut, dan masyarakat menunggu jawaban atas dugaan permainan kotor yang telah berlangsung lebih dari dua dekade.






(Gading)