Fosil Stegodon Nganjuk Dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya, Divisi Hukum Kotasejuk Ingatkan Ancaman Pidana -->

Dinsos

Dinsos

Javatimes

Fosil Stegodon Nganjuk Dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya, Divisi Hukum Kotasejuk Ingatkan Ancaman Pidana

javatimesonline
30 Oktober 2025
Divisi Hukum Kotasejuk, Prayogo Laksono bicara soal penemuan fosil stegodon di kawasan Hutan Tritik, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk 

NGANJUK, JAVATIMES — Penemuan fosil Stegodon—gajah purba dari masa Pleistosen—di kawasan Hutan Tritik, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, kembali menegaskan potensi arkeologis besar yang tersimpan di wilayah tersebut. Namun di balik kabar menggembirakan ini, Divisi Hukum Kotasejuk (Komunitas Pecinta Sejarah Kabupaten Nganjuk) mengingatkan adanya ancaman pidana bagi siapa pun yang menghalangi upaya pelestarian cagar budaya.


Prayogo Laksono, S.H., M.H., selaku Divisi Hukum Kotasejuk, menegaskan bahwa setiap temuan fosil purba, termasuk Stegodon di Nganjuk, secara hukum dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Setiap pihak, baik individu, lembaga, maupun korporasi seperti Perhutani, memiliki tanggung jawab hukum untuk melindungi, menjaga, dan tidak menghalangi proses penyelamatan cagar budaya. Menghalanginya bisa berujung pidana,” tegas Prayogo dalam kajian hukumnya, Selasa (7/10/2025).


Pelestarian Adalah Kewajiban Hukum, Bukan Pilihan

Menurut Prayogo, pasal-pasal kunci dalam Undang-Undang Cagar Budaya jelas mengatur peran dan kewajiban semua pihak dalam melindungi temuan bersejarah.


Pasal 56 hingga 59, misalnya, mewajibkan setiap orang untuk berperan serta dalam pelindungan, penyelamatan, dan pemeliharaan cagar budaya dari ancaman kerusakan, pemindahan, hingga kepemilikan ilegal.

“Pemerintah daerah, termasuk Dinas Kebudayaan dan Perhutani, memiliki tanggung jawab hukum langsung untuk menjaga fosil ini dari pencurian, pelapukan, dan kerusakan baru,” ujar Prayogo.


Ia menilai langkah Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Nganjuk bersama Perhutani Nganjuk dalam mendukung ekskavasi fosil Stegodon patut diapresiasi.


Menurutnya, hal tersebut merupakan implementasi nyata Pasal 59 UU Nomor 11 Tahun 2010, yang memberikan kewenangan sekaligus kewajiban bagi pemerintah daerah untuk melakukan penyelamatan dan pemeliharaan cagar budaya.


Negara Wajib Menjamin Pemeliharaan Nilai Budaya

Lebih lanjut, Prayogo mengutip Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa negara wajib memajukan kebudayaan nasional dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara serta mengembangkan nilai-nilai budayanya.

“Dalam konteks lokal, amanat konstitusi ini berarti negara—melalui pemerintah daerah—harus menjamin masyarakat Nganjuk dapat memelihara dan mengembangkan warisan budayanya, termasuk fosil Stegodon yang kini menjadi bagian dari identitas sejarah wilayah tersebut,” jelasnya.


Ancaman Pidana Bagi Pelanggar Pelestarian Cagar Budaya

Prayogo menegaskan, UU Nomor 11 Tahun 2010 juga mengatur sanksi pidana yang sangat tegas terhadap siapa pun yang dengan sengaja menghalangi, merusak, atau menggagalkan upaya pelestarian cagar budaya.

  • Pasal 104: Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau menggagalkan pelestarian cagar budaya dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda Rp10 juta hingga Rp500 juta.
  • Pasal 105: Pelaku perusakan cagar budaya dapat dipidana penjara 1 hingga 15 tahun dan/atau denda Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
  • Pasal 114: Jika pelanggaran dilakukan oleh pejabat menggunakan kewenangan jabatannya, maka pidana dapat ditambah sepertiga dari hukuman pokok.

“Aturan ini harus dipahami serius, terutama oleh pihak-pihak yang memiliki akses terhadap kawasan temuan seperti Perhutani atau lembaga pemerintah. Lalai dalam pelestarian bisa dianggap sebagai bentuk pengabaian kewajiban hukum,” tegas Prayogo.


Perhutani Wajib Berperan Aktif

Sebagai badan hukum yang mengelola kawasan hutan, Perhutani juga memiliki tanggung jawab hukum langsung terhadap temuan fosil di wilayahnya. Berdasarkan Pasal 57, 59, dan 61 UU Cagar Budaya, Perhutani wajib menjaga cagar budaya dari ancaman pencurian, pelapukan, dan perusakan.

“Kawasan hutan Tritik bukan sekadar area konservasi alam, tetapi juga kawasan yang memiliki nilai sejarah dan ilmiah. Maka, Perhutani harus mengambil peran aktif dalam pengamanan, pengawasan, dan pelestarian,” ujar Prayogo.


Fosil Stegodon Telah Ditetapkan Sebagai ODCB

Temuan Stegodon di Nganjuk kini telah tercatat sebagai ODCB (Objek Diduga Cagar Budaya) oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya.


Dengan status ini, fosil tersebut memperoleh perlindungan hukum yang sama dengan cagar budaya lainnya, hingga ditetapkan secara resmi melalui proses registrasi nasional.

“Status ODCB berarti fosil Stegodon tidak boleh dipindahkan, diperjualbelikan, atau dikelola tanpa izin otoritas berwenang. Ini sudah menjadi objek hukum yang dilindungi,” tegas Prayogo.


Menjaga Warisan, Menegakkan Hukum

Prayogo menutup dengan pesan bahwa pelestarian cagar budaya bukan sekadar urusan arkeologis, tetapi tanggung jawab moral dan hukum seluruh warga negara.

“Fosil Stegodon bukan hanya peninggalan purba, melainkan bukti perjalanan bumi Nganjuk yang harus dijaga bersama. Hukum sudah memberi dasar yang kuat—tinggal sejauh mana kita taat dan peduli,” pungkasnya.


 

(AWA)