Rekam Jejak Kelam dr. Puji Umbaran di RSUD Jombang: Dari Tutup Akses Pers hingga Dugaan Pemotongan Insentif Nakes -->

Javatimes

Rekam Jejak Kelam dr. Puji Umbaran di RSUD Jombang: Dari Tutup Akses Pers hingga Dugaan Pemotongan Insentif Nakes

javatimesonline
15 September 2025
JOMBANG, JAVATIMES – Nama dr. Puji (Pudji) Umbaran tidak hanya tercatat sebagai direktur RSUD Jombang, tetapi juga identik dengan kontroversi manajemen yang menggerus kepercayaan publik. Jejak kepemimpinannya sarat masalah: menutup akses media, ratusan keluhan pasien, hingga tuduhan serius pemotongan insentif tenaga kesehatan saat pandemi. Puncaknya, ia dicopot dari jabatan pada 2022.

Wartawan Diusir, Akses Informasi Ditutup

Awal 2016, puluhan wartawan diusir saat meliput kasus Demam Berdarah di RSUD Jombang. Alih-alih memberi klarifikasi, pimpinan rumah sakit justru menginstruksikan agar semua informasi “satu pintu” melalui Sekda. Kebijakan itu memicu protes keras PWI dan dianggap menyalahi UU Pers serta keterbukaan informasi publik. Langkah tersebut menimbulkan dugaan ada upaya sistematis menutup masalah internal rumah sakit dari publik.

Layanan Dikeluhkan, Janji Perbaikan Tanpa Bukti

Setahun berselang, keluhan pasien kembali mencuat. Banyak keluarga pasien menilai pelayanan lamban dan tidak profesional. dr. Puji sempat dipanggil untuk klarifikasi dan menjanjikan perbaikan. Namun, menurut pemberitaan saat itu, janji tersebut tidak melahirkan perubahan nyata, menimbulkan kesan bahwa persoalan lebih bersifat struktural ketimbang sekadar teknis.

Skandal Insentif Pandemi: Tuduhan Pemotongan Besar-Besaran

Masa pandemi COVID-19 memperparah kontroversi. Laporan 2021 menyebut insentif tenaga kesehatan yang seharusnya Rp7,5 juta–Rp10 juta sesuai ketentuan Kemenkes, diduga dipotong sehingga nakes menerima jauh di bawah standar. Bahkan, honorer disebut tidak mendapatkan santunan bila meninggal dalam tugas. LSM setempat sempat mendesak aparat hukum untuk menelisik dugaan pemotongan ini. Jika benar, persoalan ini bukan sekadar maladministrasi, melainkan berpotensi pidana korupsi sekaligus pengabaian moral terhadap tenaga kesehatan yang mempertaruhkan nyawa.

Dokter dan Paramedis Resah soal Japel

Persoalan lain adalah perhitungan jasa pelayanan (japel) dan pembayaran internal yang dianggap tidak transparan. Sejumlah dokter dan paramedis mengekspresikan kekecewaan karena tidak pernah mendapat kejelasan detail mengenai sistem perhitungan tersebut. Pihak manajemen hanya menjawab normatif tanpa membuka data, memperkuat asumsi adanya praktik pengelolaan keuangan yang tertutup.

Pencopotan 2022: Puncak Masalah, Bukan Akhir Persoalan

Pada Maret 2022, dr. Puji akhirnya dicopot dari jabatannya. Namun pencopotan itu tidak serta-merta menuntaskan masalah. Publik tidak pernah mendapat akses atas dokumen kunci, mulai dari SK insentif, bukti transfer japel, hingga hasil audit keuangan. Kecurigaan publik pun tetap menganga dan menuntut adanya audit independen.

Seruan Transparansi dan Penegakan Hukum

Rangkaian kasus di atas menegaskan dua hal mendesak:

1. Transparansi keuangan – RSUD Jombang wajib membuka data pembayaran insentif dan japel secara detail.

2. Audit independen – Inspektorat, kejaksaan, maupun BPK perlu memeriksa aliran dana insentif pandemi untuk memastikan tidak ada potongan ilegal.

Tanpa langkah tegas, pencopotan direktur hanya meninggalkan luka sistemik yang mengkhianati hak publik dan mengabaikan jasa tenaga kesehatan yang berada di garis depan.





(Gading)