JOMBANG, JAVATIMES – Sejarah buruk pelayanan RSUD Jombang di era kepemimpinan dr Puji Umbaran kembali menyeruak. Publik menilai pola kepemimpinan yang lamban, diskriminatif, dan hanya bergerak setelah ramai di media, kini terulang lagi.
Kasus terbaru muncul pada Senin (22/9/2025). Seorang warga berinisial A meluapkan kekecewaannya di grup WhatsApp setelah adiknya, MRS, korban kecelakaan dengan patah tulang, tidak kunjung mendapat jadwal operasi meski sudah semalaman menunggu di RSUD Jombang.
“RSUD Jombang terkenal lemot dan lambat tangani pasien kecelakaan. Adik kulo MRS mulai semalam patah tulang, sampai pagi ini belum dapat jadwal operasi. Kurang ajar,” tulis A dengan nada geram.
Selain keterlambatan tindakan medis, A juga mengungkap dugaan kejanggalan fasilitas jaminan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik keluarganya tiba-tiba disebut tidak berlaku oleh petugas.
“Kok bisa KIS mati?” sindirnya penuh tanda tanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Sub Bagian Humas RSUD Jombang, dr Fery Dewanto, berkelit bahwa pasien telah mendapat penanganan awal.
“Semalam masuk UGD sekitar jam 21.00 WIB dan jam 23.00 WIB sudah masuk ruangan. Sudah terpasang infus, foto rontgen, dan ditangani langsung spesialis tulang. Insyaallah rencananya akan segera dilakukan operasi, tentu harus menunggu hasil pemeriksaan hari ini,” dalihnya.
Namun, pernyataan itu justru mengingatkan publik pada kasus kelam tahun 2017. Saat itu, seorang pasien asal Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, pemegang KIS, harus menunggu hingga 12 hari opname sebelum mendapat tindakan medis berupa pengangkatan cairan di perut akibat penyempitan liver. Padahal, kondisi pasien sudah kritis dengan penumpukan cairan hingga enam botol ukuran aqua.
Pasien hanya dijanjikan dan ditunda dengan berbagai alasan. Barulah setelah keluhannya tersiar di media, pihak RSUD bertindak pada Jumat (29/9/2017). Kasus ini bahkan membuat DPRD Jombang turun tangan. Ketua Komisi D DPRD kala itu menegaskan tidak boleh ada diskriminasi dalam pelayanan rumah sakit pelat merah tersebut.
Lebih keras lagi, praktisi hukum Anang Hartoyo, SH., MH., menilai lambannya pelayanan itu bukan sekadar masalah teknis, tetapi berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32 yang menjamin hak pasien atas pelayanan efektif dan efisien. Juga melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 huruf d yang mewajibkan rumah sakit memberikan pelayanan aman, bermutu, anti diskriminasi, dan mengutamakan kepentingan pasien.
“Jika benar terjadi penundaan tindakan medis tanpa alasan yang jelas, itu pelanggaran hak pasien. Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 juga jelas menyebutkan pasien berhak memperoleh pelayanan tepat waktu sesuai standar profesi dan prosedur operasional,” tegas Prayogo.
Pengamat menilai, pola buruk yang berulang dari 2017 hingga 2025 ini menunjukkan rapuhnya manajemen RSUD Jombang. Rumah sakit yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan publik justru terkesan abai, dan baru bergerak jika kasusnya viral atau masuk media.
Pertanyaannya: Apakah RSUD Jombang akan terus terjebak dalam bayang-bayang masa kelam kepemimpinan dr Puji Umbaran, atau berani melakukan pembenahan nyata demi lepas dari stigma lamban, diskriminatif, dan tidak profesional?
(Gading)