![]() |
Ilustrasi pupuk subsidi (foto: Istimewa) |
NGANJUK, JAVATIMES – Di tengah sorotan publik terkait dugaan praktik nakal penjualan pupuk subsidi di atas harga eceran tertinggi (HET) oleh Ketua Kelompok Tani (Poktan) Guno Sakti, muncul dugaan lain yang lebih mencengangkan. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Perning, Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk, disebut-sebut mengetahui bahkan diduga membiarkan praktik kotor itu berlangsung.
Amar (nama samaran), salah seorang anggota Poktan, menuturkan bahwa PPL bernama Harianto diduga mengetahui penjualan pupuk subsidi bukan hanya di atas HET, melainkan juga keluar dari jalur distribusi resmi.
“Saya menduga PPL mengetahui hal itu. Bahkan ada pupuk subsidi milik anggota yang dijual ke luar desa, bahkan sampai ke luar kecamatan,” ungkapnya saat dikonfirmasi baru-baru ini.
Lebih parah lagi, dugaan pembiaran itu berdampak langsung pada nasib petani kecil. Amar mengaku dirinya pernah menjadi korban ketika jatah pupuknya tidak sesuai dengan alokasi yang tercatat dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Saya pernah menebus pupuk subsidi tidak sesuai dengan semestinya. Ketika saya tanyakan, jawabannya sudah habis dijual ke yang lain. Padahal kami yang terdaftar justru tidak kebagian,” tegasnya.
Pengamatan Amar juga memperkuat dugaan bahwa pupuk bersubsidi itu dijual ke luar desa.
“Saya pernah melihat pupuk anggota dijual ke warga Desa Prayungan, Kecamatan Lengkong,” bebernya.
Keterangan itu diperkuat oleh Amran (nama samaran), warga setempat, yang sering melihat peredaran gelap pupuk subsidi dari kediaman Supartono, Ketua Poktan Guno Sakti.
“Meski saya tidak tahu detail transaksinya, tapi jelas saya sering melihat ada orang dari Desa Prayungan membawa pupuk subsidi dari rumah Supartono. Ironisnya, saat anggota belum ada yang menebus, orang itu sudah lebih dulu membawa pulang pupuk,” kata Amran.
Lebih mengejutkan, kejadian itu bukan hanya sekali.
“Saya sering lihat sendiri orang tersebut mengangkut pupuk subsidi dengan sepeda motor. Jumlahnya pun lebih dari satu,” tegas Amran.
Hingga berita ini diterbitkan, Supartono belum merespons upaya konfirmasi baik melalui telepon maupun pesan WhatsApp. Begitu pula PPL Harianto yang seakan enggan bersikap transparan.
“Sabar njih, suwun,” jawabnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Kebisuan ini menambah kuat dugaan adanya pembiaran dan lemahnya pengawasan dalam distribusi pupuk subsidi di Jatikalen. Padahal, pupuk subsidi seharusnya menjadi penopang utama petani kecil, bukan ladang bisnis bagi segelintir pihak.
Jika dugaan ini benar, maka praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk nyata pengkhianatan terhadap kepentingan petani dan penyalahgunaan program subsidi negara.
Kini, mata publik tertuju pada instansi pengawas seperti Inspektorat Nganjuk, Dinas Pertanian, hingga Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) untuk segera turun tangan, melakukan audit lapangan, dan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang terlibat. Jika tidak, kasus serupa akan terus berulang, sementara petani kecil tetap menjadi korban permainan gelap pupuk subsidi.
(AWA)