JOMBANG, JAVATIMES – Kasus pelanggaran norma dan etika oleh aparatur pemerintah desa kembali mencoreng citra birokrasi di tingkat akar rumput. Seorang oknum pamong Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, berinisial OS yang menjabat sebagai Kepala Urusan Keuangan, diduga terlibat dalam tindak pemerasan dan kekerasan seksual terhadap SP (34), seorang perempuan yang semula menganggap OS sebagai teman dan rekan kerja terpercaya.
Alih-alih menjadi teladan bagi masyarakat, oknum pamong desa yang seharusnya menjaga integritas dan kehormatan jabatan justru diduga menyalahgunakan kepercayaan untuk tindakan tidak terpuji.
Kesaksian Korban: Tekanan, Ancaman, hingga Upaya Bunuh Diri
Saat dikonfirmasi, korban SP membenarkan dugaan kasus tersebut dan menyampaikan bahwa dirinya telah melaporkannya ke Women Crisis Center (WCC). Dalam keterangannya, SP meminta tidak ada intervensi dari pihak manapun.
"Saya cukup lama menahan ini. Tekanan mental yang saya alami membuat saya depresi. Bahkan, ada oknum dari Kecamatan Megaluh yang kerap memberi tekanan. Kini saya ingin mencari keadilan, demi saya, suami, dan anak-anak saya. Saya tidak ingin ada korban lain mengalami hal seperti saya," tutur SP.
Dalam pesan yang diterima wartawan pada Jumat (25/7/2025), SP menjelaskan bahwa hubungan pertemanan awalnya berjalan normal. Namun, seiring waktu, OS mulai menunjukkan perilaku manipulatif yang menjurus pada pemaksaan, baik secara materiil maupun seksual.
"Awalnya saya anggap dia teman baik. Tapi kemudian saya merasa terpaksa mengikuti semua keinginannya, bahkan yang tidak saya kehendaki. Saya takut membantah," ungkapnya.
Upaya menjauh dari OS justru dibalas dengan ancaman. SP mengaku OS menggunakan foto dan video pribadi sebagai alat tekan.
"Saya takut kalau disebarkan atau dilaporkan ke polisi. Saya khawatir keluarga dan orang lain tahu. Beban mental ini begitu berat, sampai saya sempat berpikir untuk mengakhiri hidup di hadapannya. Pipi saya pun pernah dicengkeram karena tidak menuruti permintaannya," kata SP.
Tak hanya kekerasan seksual, SP juga mengalami kerugian finansial. OS kerap meminjam uang tanpa mengembalikan.
"Uangnya tidak kembali tidak apa-apa, asal saya dilepaskan. Saya sudah lelah merasa bersalah setiap hari," tambahnya.
Akibat tekanan berat dan trauma berkepanjangan, SP jatuh sakit. Setelah melalui pemeriksaan medis, ia akhirnya dirujuk ke poli jiwa.
Reaksi Warga: Citra Desa Tercoreng
Di sisi lain, sejumlah warga Desa Ngogri menyayangkan perilaku OS yang dinilai telah mencoreng nama baik desa. Isu dugaan kekerasan seksual dan pemerasan ini telah menyebar luas di masyarakat dan media lokal.
"Kami minta Kepala Desa segera mengambil sikap. Jika dibiarkan berlarut, nama desa makin rusak. Pamong desa seharusnya memberi contoh baik, bukan malah melanggar etika dan norma," ujar salah satu warga.
Warga juga menegaskan bahwa jika rumor tersebut terbukti benar, tindakan tegas harus diambil agar menimbulkan efek jera.
Pemerhati Pemerintahan: Ada Unsur Pidana dan Pelanggaran Etik
Menanggapi situasi ini, Beni Yulianto, S.H., selaku pemerhati pemerintahan, menyebut bahwa jika benar OS melakukan kekerasan seksual dan pemerasan, maka hal tersebut tak hanya pelanggaran etik tapi juga mengandung unsur pidana.
"Perangkat desa itu mestinya menjadi panutan. Bila terbukti melakukan tindakan tercela, harus diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada mekanismenya. Ini bukan sekadar persoalan moral, tetapi juga hukum," tegasnya.
Kepala Desa Bungkam
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Ngogri belum membuahkan hasil. Pesan WhatsApp yang dikirim awak media tidak mendapatkan respons.
(Gading)