
SMKN 1 Kertosono (Foto: Website SMKN 1 Kertosono)
NGANJUK, JAVATIMES — Alih-alih menjernihkan persoalan, respons Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Nganjuk justru mempertebal kecurigaan publik soal dugaan pungutan berkedok “sumbangan” menjelang Ulangan Akhir Semester (UAS) di SMKN 1 Kertosono. Bukannya memberi penjelasan, para pejabat justru tampak seperti saling melempar tanggung jawab.
Plt Kasi SMK Cabdin, Tekey Widiastuti, ketika dimintai klarifikasi mengenai keterlibatan tenaga pendidik dalam menyampaikan pungutan kepada siswa, justru menghindari inti masalah. Ia meminta Javatimes mendatangi sekolah—padahal upaya konfirmasi ke Kepala Sekolah Sigit Nuryakin sebelumnya sudah berkali-kali dilakukan dan tidak pernah direspons.
“Coba jenengan ke sana,” jawab Tekey singkat saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Sikap ini bukan hanya tidak memuaskan publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius: mengapa instansi yang seharusnya melakukan pembinaan justru terkesan ikut mengaburkan persoalan?
Cabdin Lempar Bola, Kepala Sekolah Hilang Jejak
Menurut Tekey, ia sudah mencoba menghubungi Kepala Sekolah. Namun jawaban Sigit yang ia ulangi justru semakin janggal.
“Orangnya belum ke sini, Bu. Coba konfirmasi ke sekolah dulu,” tutur Tekey menirukan ucapan Kepala Sekolah.
Pernyataan ini kontradiktif dengan fakta bahwa wartawan sudah lebih dulu mencoba menghubungi Sigit melalui telepon dan WhatsApp. Semua pesan tampak masuk, namun tak kunjung dibalas. Bahkan panggilan telepon tidak diangkat sama sekali.
Lebih jauh, saat kontributor Javatimes menanyakan posisi Cabdin mengenai aturan yang dilanggar, termasuk larangan tenaga pendidik menyampaikan pungutan kepada siswa sesuai Permendikbud 75/2016, Tekey kembali menghindar.
“Ya apa ya, Mas… jenengan langsung ke sana saja. Saya belum konfirmasi ke sana. Ini saya mau rapat,” ujarnya tergesa.
Jawaban tersebut seakan memperjelas satu hal bahwa tidak ada upaya serius dari Cabdin untuk memastikan praktik keuangan sekolah tetap dalam koridor hukum.
Padahal pungutan kepada siswa memiliki aturan tegas, di mana tidak boleh diwajibkan, tidak boleh menjadi syarat mengikuti ujian, tidak boleh disampaikan oleh guru, harus transparan dan tidak menyulitkan.
Namun hingga kini, baik sekolah maupun Cabdin tidak memberikan penjelasan yang bisa menenangkan publik.
Kacaunya Manajemen Sekolah, Beban Dipikul Siswa
Situasi di SMKN 1 Kertosono kini semakin memprihatinkan. Sejumlah orang tua sempat mengeluh anaknya tidak mendapatkan nomor ujian meski sudah membayar.
Sejumlah pertanyaan pun kini menggantung tanpa jawaban. Mengapa siswa tidak dapat nomor ujian meski sudah membayar? Mengapa wali kelas diminta menyampaikan pungutan yang ia sendiri tidak pahami?Mengapa Kepala Sekolah memilih diam?Mengapa Cabdin tidak memberikan sikap hukum yang jelas? Jika ini “sumbangan”, mengapa nominalnya sama dan menjadi syarat pengambilan nomor ujian?
Semua kejanggalan ini memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik praktik pungutan tersebut.
Ini Bukan Lagi Sekadar Dugaan: Ini Alarm Kerusakan Tata Kelola Pendidikan
Diamnya pihak sekolah dan sikap menghindar dari Cabdin adalah tamparan keras bagi dunia pendidikan. Dugaan pungutan, ditambah minimnya transparansi dan pejabat yang saling menutup diri menggambarkan betapa rapuhnya sistem pengawasan pendidikan negeri.
Kini publik tidak lagi sekadar menunggu klarifikasi. Mereka menuntut keberanian Cabdin dan Kepala Sekolah untuk membuka fakta yang sebenarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMKN 1 Kertosono masih bungkam, sementara Cabdin belum mengambil langkah konkret. Sementara itu, siswa dan orang tua terus dipaksa bergulat dengan ketidakpastian akibat manajemen sekolah yang semrawut.
(AWA)

Komentar