Hutang Piutang Menurut Hukum Perdata dan Hukum Pidana -->

Javatimes

Hutang Piutang Menurut Hukum Perdata dan Hukum Pidana

javatimesonline
07 Desember 2025
Aris Mujono, SH, MH

OPINI - Urusan meminjamkan uang kepada orang lain adalah sebuah tindakan yang memiliki konsekuensi dan tanggung jawab. Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya individu berperilaku dalam hal ini. 


Sementara dalam hukum yang kita anut di Indonesia ini, pinjam meminjam termasuk lingkup hukum perdata. Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:

"Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”


Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:


Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan: 

“Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”


Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984 menyatakan:

“Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”


Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyatakan: 

“Sengketa perdata tidak dapat dipidanakan.”


Sepanjang benar teman Anda belum bisa membayar utang lantaran usahanya bangkrut, maka upaya melaporkan teman Anda ke Kepolisian (menggunakan jalur pidana) merupakan upaya yang tidak tepat menurut hukum. 


Upaya yang bisa Anda lakukan adalah mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan. Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (HUKPer), berbunyi

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya.”


Anda dapat menuntut uang Anda kembali, beserta biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengurus masalah ini, ganti rugi dan bunga sesuai yang dijanjikan teman Anda tersebut. Dasar Hukumnya Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi:

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”


Sedang, jalur pidana hanya bisa digunakan jika memang ada unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau pun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam meminjam tersebut. Pasal 378 KUHP, berbunyi:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.


Oleh sebab itu, tidak tepat jika membawa masalah pinjam meminjam uang (perdata) ke ranah pidana. Sebab menurut hukum seseorang tidak bisa dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang. 


Langkah yang seharusnya dilakukan adalah mengajukan gugatan wanpestasi ke pengadilan Negeri untuk menuntut uang Anda kembali, biaya-biaya lainnya, ganti rugi dan bunga jika ada


Hutang Piutang Berubah Hukum Pidana

Bagaimana perjanjian utang piutang yang dilakukan oleh orang pribadi dengan orang pribadi lainnya yang awalnya perdata berubah menjadi hukum pidana.


Yakni hutang piutang yang dilakukan dengan kebohongan atau tipu muslihat. Sehingga, peminjam dapat membuat laporan ke polisi tentang tindak pidana penipuan.


Sementara dasar hukum tindak pidana ini masuk dalam kategori penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHPidana yang berbunyi, 

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.


Disisi lain persoalan utang piutang yang sering terjadi saat ini yaitu dilaporkan dengan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan, dimana permasalahan tersebut sudah masuk ke kategori hukum pidana jika terdapat perbuatan dengan niat jahat yang memenuhi unsur pada Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan/atau unsur-unsur Pasal 378 KUHP tentang penipuan.


Disini memang ada perbedaan substansi dari tindak pidana penggelapan dan/atau penipuan dengan lalai dalam membayar utang yang merupakan hukum perdata. Namun, agar dapat diproses secara pidana maka harus ditemukan adanya perbuatan dan niat jahat dari si peminjam yang dengan sengaja tidak membayar atau mengembalikan utangnya.


Pertanyaannya adalah bisakah peminjam dipidana jika mangkir bayar utang? 


Jika disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian, maka hal tersebut merupakan perkara perdata yang dapat dilakukan ganti rugi ke pengadilan karena wanprestasi. 


Namun, jika ditemukan perbuatan dan niat jahat dalam tidak membayar hutang, maka peminjam hutang dapat dipidana dengan unsur tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.



Penulis: Aris Mujono, SH, MH 

Ketua DPC KAI Nganjuk yang juga Praktisi Hukum