JOMBANG, JAVATIMES – Proses perizinan bangunan milik CV Java Pangan Nusantara kembali menjadi sorotan setelah ditemukan adanya ketidaksesuaian data antara Dinas PUPR dan DPMPTSP Kabupaten Jombang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, permohonan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atas nama Anisa Maria pertama kali diajukan pada tahun 2022. Namun, dokumen tersebut dikembalikan oleh pihak berwenang karena terdapat perbaikan yang belum diselesaikan oleh pemohon, dan hingga kini dokumen tersebut belum dikembalikan atau belum dilengkapi.
Kemudian, pada 15 Agustus 2025, permohonan baru kembali diajukan oleh Moh. Ibrahim Attamimi untuk bangunan yang sama milik CV Java Pangan Nusantara. Namun, berdasarkan keterangan dari Bidang Penyelenggaraan Bangunan Dinas PUPR Kabupaten Jombang, dokumen tersebut masih dalam tahap perbaikan dan belum memenuhi persyaratan administrasi teknis, sehingga PBG belum dapat diterbitkan.
“Data yang masuk memang ada atas nama Moh. Ibrahim Attamimi, tetapi masih ada catatan perbaikan. Artinya PBG-nya belum terbit karena dokumennya belum dikembalikan,” jelas salah satu pejabat teknis Dinas PUPR saat dikonfirmasi.
Namun, pernyataan ini berbeda dengan keterangan Plt. Kepala Dinas DPMPTSP Jombang, yang menyebutkan bahwa PBG sudah ada dan fungsinya adalah gudang.
“Kalau terkait dokumen lingkungan saya kurang paham, tapi untuk PBG sudah ada dengan fungsi gudang,” tulisnya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan.
Perbedaan keterangan antar instansi tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait keabsahan izin dan fungsi sebenarnya dari bangunan yang digunakan CV Java Pangan Nusantara. Terlebih, di lapangan diketahui lokasi tersebut digunakan untuk aktivitas pemotongan ayam dan produksi olahan daging unggas, yang secara fungsi tidak sejalan dengan izin bangunan gudang seperti disebut oleh pihak DPMPTSP.
Tanggapan Ahli Hukum: Indikasi Pelanggaran Administratif
Menanggapi persoalan tersebut, ahli hukum tata ruang dan bangunan, Anang hartoyo, S.H., M.H., menilai bahwa kasus CV Java Pangan Nusantara menunjukkan adanya potensi pelanggaran administratif dan ketidakcocokan fungsi bangunan terhadap izin yang dimiliki.
“Dalam konteks hukum bangunan gedung, apabila izin yang diterbitkan adalah untuk fungsi gudang tetapi digunakan sebagai tempat produksi atau pemotongan ayam, maka jelas melanggar ketentuan fungsi bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,” tegas anang
Ia menjelaskan, Pasal 24 PP 16/2021 juga mengatur bahwa setiap bangunan harus memiliki fungsi dan klasifikasi yang sesuai dengan peruntukannya, serta perubahan fungsi bangunan wajib dilaporkan dan mendapat persetujuan baru dari pemerintah daerah.
“Kalau fungsi bangunannya berubah tapi izinnya tidak diperbarui, maka bisa dikenai sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis hingga penghentian sementara kegiatan bangunan,” lanjutnya.
Lebih jauh, Anang menekankan pentingnya sinkronisasi antara izin lingkungan dan izin bangunan, karena keduanya saling terkait.
“Bangunan produksi seperti rumah potong ayam wajib memiliki IPAL dan izin lingkungan yang jelas. Jika tidak, maka secara hukum PBG-nya juga tidak boleh diterbitkan karena tidak memenuhi aspek keselamatan dan kesehatan lingkungan,” tambahnya.
Ia pun menyarankan agar pemerintah daerah segera melakukan klarifikasi lintas instansi untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan dugaan maladministrasi.
“Dalam kasus seperti ini, audit perizinan perlu dilakukan agar tidak menimbulkan persepsi publik bahwa proses izin bisa berjalan meski belum memenuhi syarat secara administrasi,” pungkasnya.
(Gading)

Komentar