JOMBANG, JAVATIMES — Tangis EF (29) pecah di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Jombang, Kamis (14/8/2025). Di hadapan majelis hakim, ibu dua anak asal Kecamatan Perak ini kembali membuka luka lama: kehilangan suami dalam sekejap dan melihat putra semata wayangnya terkapar dengan kaki patah akibat kecelakaan maut di perempatan Pulorejo, 27 April 2025.
Di ruang sidang, EF tidak sekadar memberi kesaksian. Ia menagih pertanggungjawaban terdakwa Adi Sanjaya sopir pikap Carry L 9592 BB yang diduga lalai hingga merenggut nyawa suaminya, FA (38), dan melukai anaknya, MAIA (5).
Pukul 15.15 WIB, FA mengendarai motor Beat S 6831 OCX, membonceng EF dan MAIA dari arah selatan. Lampu kuning menyala di perempatan tanda untuk waspada. Namun dari arah timur, pikap yang dikemudikan Adi melaju sekitar 60 km/jam, diduga tanpa memperhatikan rambu atau kondisi jalan. Tabrakan keras tak terelakkan.
FA terpental dan tewas di tempat. EF jatuh menghantam aspal, rahangnya patah. MAIA terlempar ke sungai, kaki kirinya patah tiga ruas.
“Semuanya begitu cepat. Saya hanya sempat lihat lampu kuning, lalu… gelap,” kenang EF.
Janji yang Tak Pernah Datang
Sejak awal, EF berharap damai: pelaku menanggung biaya perawatan anak dan memberi santunan wajar. Namun, menurut EF, tak ada itikad baik dari terdakwa. Santunan Rp50 juta dari Jasa Raharja untuk suaminya habis untuk biaya perawatan darurat. Bantuan untuk anaknya? EF mengaku tak pernah diberi penjelasan, hingga pihak rumah sakit menyatakan plafon asuransi sudah habis.
Kini, seluruh biaya kontrol, perawatan, hingga transportasi, keluar dari kantong pribadi. Sudah lebih dari Rp10 juta. Operasi lanjutan untuk melepas pen di kaki MAIA masih menunggu giliran dan menunggu uang.
Menuntut Hukuman Setimpal
Di akhir persidangan, EF berdiri tegak. Wajahnya tetap diliputi duka, tapi suaranya tegas:
“Saya minta pelaku dihukum berat. Bukan untuk membalas, tapi untuk memberi keadilan.”
Kasus ini kini menjadi ujian nyata bagi penegakan hukum di Jombang: apakah korban kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan keadilan penuh, atau kembali terpinggirkan oleh lemahnya komitmen pertanggungjawaban pelaku.
(Gading)