Sistem SPMB 2025 Dinilai Tak Adil, Orang Tua di Nganjuk Pertanyakan Jalur Domisili -->

Javatimes

Sistem SPMB 2025 Dinilai Tak Adil, Orang Tua di Nganjuk Pertanyakan Jalur Domisili

javatimesonline
27 Juni 2025
Mendikdasmen saat meninjau SPMB di Kabupaten Nganjuk 

NGANJUK, JAVATIMES — Sejumlah orang tua murid di Kabupaten Nganjuk mengeluhkan mekanisme Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA/SMK tahun 2025, khususnya pada jalur domisili. Mereka menilai sistem yang semestinya mengutamakan jarak rumah ke sekolah justru masih mempertimbangkan nilai akademik, yang seharusnya menjadi bagian dari jalur prestasi.


Keluhan muncul dari seorang wali murid yang mengaku anaknya gagal lolos jalur domisili, meskipun rumah mereka berjarak kurang dari 500 meter dari salah satu SMA negeri favorit di Nganjuk.

“Rumah saya hanya 490 meter dari sekolah tempat anak saya mendaftar. Tapi karena nilai rapornya kalah, dia malah tersingkir dari kuota jalur domisili,” ujarnya, Jumat (27/6/2025).


Ironisnya, ia mendapati bahwa siswa lain yang tinggal 7 hingga 10 kilometer dari sekolah justru berhasil masuk dalam perangkingan melalui jalur domisili. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar terkait indikator jarak yang semestinya menjadi dasar utama dalam penentuan kelulusan di jalur tersebut.

“Kalau jalur domisili saja masih dinilai pakai nilai akademik, ya untuk apa dibedakan dengan jalur prestasi? Ini seperti jalur domisili rasa jalur prestasi,” kata wali murid lainnya.


Rayonisasi Jadi Sorotan

Berdasarkan petunjuk teknis SPMB 2025, rayonisasi sekolah ditentukan oleh Musyawarah Kerja Kepala Satuan Pendidikan (MKKSP) di bawah koordinasi Cabang Dinas Pendidikan setempat. Namun, sebagian orang tua mempertanyakan legalitas dan independensi MKKSP, karena forum tersebut bukan merupakan lembaga resmi penyelenggara pendidikan, melainkan hanya wadah koordinasi antarkepala sekolah.

“Ini rawan tumpang tindih kepentingan. Seharusnya pengaturan rayonisasi dan kuota domisili dikendalikan langsung oleh Cabang Dinas atau Dinas Pendidikan Provinsi,” ujar salah satu wali murid.


Orang tua berharap, ke depan sistem jalur domisili benar-benar menempatkan jarak rumah sebagai indikator utama, demi menjamin prinsip keadilan dan pemerataan akses pendidikan.

“Kami tidak menuntut anak diterima karena nilai tinggi, tapi karena memang tinggal dekat sekolah. Kalau ini saja tidak dihargai, maka sistem domisili jadi sia-sia,” tegas mereka.


Respons Cabang Dinas Masih Dinanti

Hingga berita ini diturunkan, Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Nganjuk belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan para wali murid. Masyarakat pun kini menanti langkah korektif agar pelaksanaan SPMB di Nganjuk berjalan lebih transparan, adil, dan berorientasi pada akses pendidikan untuk semua.



(AWA)