Jalan Pabrik Tutupi Drainase Desa, DPRD Nganjuk: Harus Dibongkar! -->

Javatimes

Jalan Pabrik Tutupi Drainase Desa, DPRD Nganjuk: Harus Dibongkar!

javatimesonline
10 Juni 2025

 
Raditya Haria Yuangga saat sidak pembangunan jalan di atas saluran irigasi 

NGANJUK, JAVATIMES – Pembangunan jalan paving di atas saluran drainase di Desa Baron, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, memicu polemik. Proyek yang disebut-sebut dibangun tanpa kajian teknis itu kini jadi sorotan karena dinilai menyalahi aturan dan merugikan masyarakat. Komisi III DPRD Kabupaten Nganjuk pun turun tangan langsung dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi.


Ditemukan Tutupi Saluran Air Aktif

Sidak yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III, Raditya Haria Yuangga, membenarkan adanya pembangunan jalan tepat di atas saluran air yang masih aktif. Padahal, saluran itu milik BBWS dan sempat dibangun menggunakan Dana Desa tahun 2022 sebesar Rp78,6 juta untuk mencegah banjir dan mengairi sawah petani.

“Ini murni laporan dari masyarakat, bukan agenda DPRD. Kami temukan paving berdiri di atas saluran air. Kami beri waktu satu bulan untuk membongkar,” tegas Yuangga kepada wartawan.


Jika dalam tenggat waktu tersebut tidak ada pembongkaran, DPRD mengancam akan mengusulkan pencabutan izin operasional pabrik yang terlibat, karena pembangunan dianggap melanggar izin dasar seperti PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).


Petani Mengeluh: Sawah Kering, Banjir Mengancam

Warga menyatakan bahwa sejak saluran ditutup paving, aliran air menjadi tersumbat. Akibatnya, sawah petani mengalami kekeringan, dan saat musim hujan, air meluap hingga menggenangi pasar dan sekolah.

“Dulu saluran ini gampang dibersihkan. Sekarang tertutup paving, banjir ke mana-mana,” ujar MR, warga Dusun Baron.


Beberapa petani bahkan mengaku gagal panen tahun ini karena air irigasi tak sampai ke lahan mereka.


Kades Baron Akui Kesalahan, Janji Tindak Lanjut

Kepala Desa Baron, Slamet Indriarto, mengakui bahwa pembangunan jalan tersebut berada di atas saluran air buangan yang bukan milik desa. Ia menyatakan siap berkoordinasi dengan pihak pabrik untuk segera membongkar konstruksi tersebut sesuai arahan DPRD.

“Kami akan tindak lanjuti. Proses pembongkaran ditarget selesai dalam satu bulan,” ujarnya.


Ia menjelaskan, pembangunan jalan dilakukan berdasarkan musyawarah dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mendukung akses ekonomi. Jalan itu direncanakan disewakan kepada pihak pabrik sebesar Rp10 juta per tahun, meski hingga kini belum ada transaksi resmi.


DPRD Tegas: Tak Bisa Sewakan Saluran Umum

Yuangga menegaskan, tidak ada dasar hukum yang memperbolehkan desa menyewakan saluran air kepada pihak swasta. Ia menyebut satu-satunya pengecualian hanyalah pembangunan jembatan kecil yang tidak mengganggu fungsi utama saluran tersebut.

“Aliran sungai tidak boleh ditutup permanen. Apalagi untuk kepentingan bisnis. Ini pelanggaran,” tegasnya.


Menurutnya, keberadaan surat dari pabrik ke pemerintah desa juga tidak mengikat secara hukum. Saluran air adalah aset publik, bukan milik desa atau pihak manapun.


Peringatan Serius: Infrastruktur Rakyat Bukan untuk Komersialisasi

Kasus ini memicu keprihatinan masyarakat. Warga mempertanyakan arah pembangunan desa yang justru mengorbankan fasilitas publik demi kepentingan investor. Proyek yang semula dimaksudkan untuk kesejahteraan bersama, kini justru menjadi beban warga.


Komisi III DPRD berkomitmen mengawal pembongkaran hingga tuntas dan mengevaluasi seluruh proyek pembangunan yang berpotensi melanggar fungsi fasilitas umum.

“Kami tidak ingin kejadian ini terulang di desa lain. Pembangunan harus berpihak pada rakyat, bukan pada pemodal,” tutup Yuangga.



(AWA)