Proyek Plengsengan di Nganjuk Diduga Asal Jadi, Warga: Kayaknya Galian Tanahnya Juga Dijual -->

Javatimes

Proyek Plengsengan di Nganjuk Diduga Asal Jadi, Warga: Kayaknya Galian Tanahnya Juga Dijual

javatimesonline
06 November 2023

 
Pembangunan plengsengan yang diduga dikerjakan secara asal-asalan 

NGANJUK, JAVATIMES -- Pembangunan tembok penahan tanah (TPT) atau umum disebut plengsengan memiliki peranan penting di kawasan berpenghuni. Termasuk di antaranya sebagai penahan tanah dari ancaman longsor. TPT tersebut juga memiliki fungsi untuk penunjang jalan dan bangunan yang berada diatasnya agar tidak amblas sewaktu-waktu.


Itu semua dapat terwujud apabila pengerjaanya sesuai dengan harapan dan ketentuan standar konstruksi serta Rancangan Anggaran Biaya (RAB).


Seperti halnya di Desa Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Sepanjang lebih dari 100 meter, nampak pembangunan plengsengan baru yang menghiasi lingkungan Dusun/ Desa Kedungombo.


Namun untuk mencapai fungsi di atas, dirasa cukup berlebihan. Pasalnya banyak warga yang mengeluh dan merasa kecewa dengan pekerjaan yang terkesan asal jadi dan tak memenuhi standar yang layak untuk sebuah plengsengan.


Kejanggalan mulai terlihat, dari tidak adanya papan nama proyek yang menyebutkan pelaksana proyek dan sumber pembiayaan, yang semuanya terkesan disembunyikan alias tak bertuan dalam pengerjaanya.


Hal itu diperparah dengan timbunan plengsengan yang terlihat berlubang dan tidak rata.


Dimungkinkan saat pengerjaan, pelaksana proyek hanya mencari keuntungan tanpa mempertimbangkan standar kontruksi, sehingga banyak sisa material yang masih berceceran dan tampak bangunannya tidak berpola dengan baik.


1. Pengakuan Warga Sekitar

Menurut keterangan salah satu warga setempat yang berhasil ditemui kontributor Javatimes, sejak awal hingga berakhirnya pekerjaan plengsengan, dirinya tak pernah sekali pun mengetahui keberadaan papan nama proyek.

Tidak ada papan proyeknya mas, ini pekerjaannya juga telah selesai beberapa bulan lalu, ujar warga setempat yang tidak ingin disebutkan namanya dalam pemberitaan.


Kata dia, selain tidak mengetahui keberadaan papan proyek, dirinya juga menilai pembangunan plengsengan yang baru saja selesai dibangun tampak tidak memberikan manfaat yang berarti.

Coba lihat mas, bangunannya tidak beraturan, mirip ular. Belum lagi ini timbunannya tidak rata, banyak yang ledok (red: bolong), ungkap warga setempat.


Menurut warga setempat, timbunan plegsengan yang tidak merata itu diduga terjadi akibat galian tanah yang sebelumnya dilakukan pelaksana pekerjaan dialihkan ke kolam desa setempat.

Kayaknya galian tanahnya itu juga dijual ke pemilik kolam, soalnya yang membawa galiannya ke kolam milik warga itu pekerja proyek, bebernya.


 2. Tanggapan Aktivis LSM

Merespon pengakuan warga setempat, salah satu aktivis LSM Kabupaten Nganjuk kenamaan Hamid Effendi ikut angkat bicara. Dia merasa cukup prihatin dengan temuan warga setempat adanya pembangunan plengsengan yang diduga dikerjakan secara asal-asalan.

Saat saya mendapat kiriman gambar dan video pembangunan plengsengan itu, sepertinya yang diungkapkan warga terkait dugaan dikerjakan secara asal-asalan, itu tepat. Apalagi timbunan bangunan tidak merata, ungkap Hamid.


Semestinya kata Hamid, plengsengan itu tidak meninggalkan lubang di sisi kanan dan kiri bangunannya.

Sebelum membuat plengsengan ini kan menggali tanah. Lantas tanah galian itu lari kemana kok sampai ada titik yang tidak padat? tanya Hamid.


Hamid meminta agar pengakuan warga yang katanya galian tanah pembuatan plengsengan diperjualbelikan ini ditindaklanjuti. Karena jika benar galian tersebut diperjualbelikan, maka besar kemungkinan telah melanggar kontrak kerja dan terjadi penyimpangan.

Berdasar pada laman LPSE, di dalam kontrak itu berbunyi bahwa timbunan tanah kembali dan dirapikan. Sedangkan yang terjadi malah sebaliknya. Untuk itu kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk secepatnya bisa mengusut tuntas pekerjaan proyek yang diduga banyak menuai masalah tersebut, harap Hamid.

 

Sementara menyoal adanya proyek yang dikerjakan tanpa papan nama proyek, Hamid Effendi menilai bahwa proyek itu diduga telah menabrak aturan.

Jika proyek tersebut menggunakan anggaran negara, tentu harus menggunakan papan proyek sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / jasa Pemerintah, pungkas Hamid.


Lain halnya dengan pengakuan warga setempat tanggapan aktivis LSM, Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk Rusdi yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsAppnya tampak belum merespon.


Sementara itu, mengutip dari laman LPSE Kabupaten Nganjuk, penggarap proyek plengsengan di Desa Kedungombo itu yakni CV Niti Buana, yang beralamat di Jalan Raya Sawahan RT/RW : 001/003 Desa Semare, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk.


Nilai kontrak pengerjaan tersebut sebesar Rp 188.899.251,55 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023.




(AWA)