| Sekretaris Desa Mojokambang dan Kepala Dusun Kemendung Desa Mojokambang (ki-ka) |
JOMBANG, DJAVATIMES -- Dugaan manipulasi data kembali terjadi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Kali ini terjadi di Desa Mojokambang, Kecamatan Bandar Kedungmulyo. Otak dibalik dugaan manipulasi data yakni mantan Kepala Desa (Kades) berikut perangkat desa setempat.
Hal itu bermula dari terbitnya surat pernyataan waris milik pasangan suami istri (pasutri) almarhumah Suminah dan Mardjuki yang ditandatangani Kepala Desa (Kades) Mojokambang saat itu, berinisial Hdn berikut stempelnya.
Selain mantan Kades Hdn, juga ada nama perangkat desa lainnya yang ikut menandatangani surat tersebut. Perangkat desa itu antara lain, Sekretaris Desa (Sekdes) Mojokambang dan Kasun Kemendung Desa Mojokambang.
Dalam surat keterangan tersebut menjelaskan bahwa anak dan cucu dari almarhumah Suminah dengan Mardjuki terdiri dari empat orang. Di antaranya Suyatin dan Yatimah sebagai anak. Kemudian Ahmadun Zain dan Wildan Yuliansya sebagai cucu.
Munculnya surat tersebut pun memantik warga setempat memberikan pengakuan dan kesaksian. Dikatakan salah satu warga Desa Mojokambang yang enggan disebutkan namanya dalam pemberitaan, dua anak yang tercantum dalam surat keterangan ahli waris bukanlah anak dari perkawinan almarhumah Suminah dan Mardjuki.
Setahu saya Suyatin dan Yatimah itu merupakan anak dari pernikahan Saeran dan Suminah, bukan anak dari Mardjuki dan Suminah, ungkap Surti (bukan nama sebenarnya).
Hal yang perlu diketahui, kata Surti, Yatimah lahir pada tahun 1967. Sedangkan pernikahan antara Suminah dan Mardjuki terjadi pada tahun 1969.
Ini kan aneh, tapi oleh oknum perangkat desa mojokambang tetap dipaksakan membuat surat keterangan waris seolah-olah Yatimah anak dari Mardjuki dan Suminah, dan dari awal keterangan waris tersebut berdampak pada dugaan pemalsuan dan penyerobotan lahan, urai Surti.
Selain tampak janggal di tahun kelahiran dan tahun pernikahan, juga terdapat kejanggalan di salah satu surat keterangan jual beli yang disaksikan oleh perangkat desa dan dibubuhi tandatangan Kades lengkap dengan stempelnya.
Kejanggalan tersebut terlihat dari cap jari Suyatin. Padahal di dalam KTP, Suyatin memakai tanda tangan bukan cap jempol.
Hal lainnya yang membuat Surti dan wara lainnya bertanya-tanya yakni keberadaan Suyatin saat hari dilaksanakannya jual beli.
Bukankah perjanjian jual beli itu dilakukan pada tahun 2019. Sementara Suyatin sejak tahun 2017 sudah tidak berada di Desa Mojokambang. Sepengetahuan saya, sejak tahun 2017 Suyatin berada di luar Jawa dan hampir tidak pernah pulang lagi hingga saat ini. Lalu siapa kah yang memberikan cap jari itu, tanya Surti yang juga diamini warga lainnya.
Lantas skenario apa yang sesungguhnya direncanakan oleh oknum perangkat desa tersebut, tanya Surti lagi terheran-heran.
Sebelum kasus itu ramai diperbincangkan oleh masyarakat setempat, sebenarnya Mahmudi, Camat Bandar Kedungmulyo saat itu, sudah mengingatkan agar surat keterangan tersebut disesuaikan dengan data di desa. Bahkan Mahmudi juga sempat mengumpulkan para pihak untuk duduk bersama di kantor kecamatan, tetapi salah satu pihak tidak hadir sehingga upaya mediasi tersebut tidak ada titik temu.
Sepertinya hal itu tidak menjadikan perhatian bagi oknum perangkat desa tersebut, tutur Surti.
Surti pun juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2016 sertifikat atas nama Mardjuki dinyatakan hilang. Namun pada bulan Oktober tahun 2022 ternyata surat tersebut ada di tangan Suyud mantan Kasun Plosorejo yang juga pembeli dari lahan tersebut.
Kemudian diserahkan ke Zainal Arifin selaku Kades bandar Kedung Mulyo, ucap Surti sambil menunjukkan dokumen/foto penyerahan.
Melalui pesan WhatsApp, kontributor Djavatimes coba mengonfirmasi kepada Sekdes Mojokambang berinisial N, terkait kebenaran keterlibatannya sebagai saksi dalam pemberian keterangan waris tersebut, namun hingga berita ini naik di meja redaksi belum ada jawaban.
(Gading)

Komentar