![]() |
| Kontroversi Waris Mardjuki: SHM dan Dokumen Pemdes Dipamerkan di Tengah Dugaan Rekayasa Administratif |
JOMBANG, JAVATIMES – Rangkaian temuan lapangan dan penelusuran dokumen resmi menguatkan dugaan bahwa proses eksekusi lahan milik almarhum Mardjuki di wilayah Desa Mojokambang dan Desa Bandar Kedungmulyo sarat kejanggalan. Tidak hanya terkait klaim ahli waris, tetapi juga dugaan rekayasa administrasi desa hingga potensi penyembunyian sertifikat tanah.
Temuan redaksi menunjukkan sejumlah indikator manipulasi yang saling berkaitan dan patut menjadi perhatian penegak hukum serta pemerintah daerah.
Catatan redaksi dugaan manipulasi
1. Klaim Waris Tanpa Dasar Hukum yang Sah
Pihak yang mengaku sebagai ahli waris tidak mampu menunjukkan satu pun bukti legalitas kepemilikan atas tanah almarhum Mardjuki, terutama:
- Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Mardjuki.
- Legalitas pendukung seperti dokumen jual beli atau akta autentik.
Padahal, SHM adalah satu-satunya bukti kepemilikan sah menurut UU Pokok Agraria (UUPA) dan PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Tanpa SHM, klaim waris tidak memiliki dasar hukum.
2. Eksekusi Pengadilan Juga Tidak Didukung Bukti SHM
Saat pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan:
- Panitera/Jurusita juga tidak dapat menunjukkan SHM Mardjuki.
- Tidak ada bukti fisik atau dokumen kepemilikan yang dapat diverifikasi di lapangan.
Ini menyebabkan eksekusi cacat formil, karena menurut hukum:
- Eksekusi hanya dapat dilakukan bila objek sengketa jelas,
- Kepemilikan dapat dibuktikan,
- dan batas-batas bidang tanah pasti.
Tanpa SHM, eksekusi kehilangan dasar legalitasnya.
3. Surat Keterangan Waris Diduga Rekayasa Pemdes
Karena tidak ada SHM, pihak yang mengaku ahli waris hanya berpegang pada:
- Surat keterangan waris yang diduga hasil rekayasa oleh oknum Pemdes Mojokambang dan Pemdes Bandar Kedungmulyo.
Tentang Dokumen:
- Tidak berdasar data kependudukan yang benar,
- Memuat ahli waris yang dipertanyakan kebenarannya,
- Dan dijadikan dasar untuk menguasai lahan tanpa bukti kepemilikan.
Jika dasar satu-satunya hanyalah surat waris yang tidak valid, maka seluruh tindakan berikutnya secara hukum tidak sah.
4. Sertifikat “Hilang” Ternyata Dipegang Pembeli
Terdapat kejanggalan serius:
- Tahun 2016, sertifikat SHM Mardjuki dilaporkan hilang.
- Namun tahun 2022, sertifikat itu ditemukan berada di tangan pembeli lahan yang diduga bersengketa.
Sertifikat tersebut kemudian diserahkan ke ZA, Kepala Desa Bandar Kedungmulyo.
Ini menimbulkan pertanyaan:
- Bagaimana sertifikat hilang justru dipegang pembeli lahan?
- Apakah sertifikat benar-benar hilang atau sengaja “dihilangkan”?
- Apakah ada keterlibatan oknum perangkat desa dalam aliran sertifikat tersebut?
Keterangan ini diperkuat adanya:
- Bukti laporan kehilangan,
- Bukti serah terima SHM ke Pemdes Bandar Kedungmulyo.
5. Indikasi Upaya Pencaplokan Lahan Sejak Tahun 2000
Dari kesaksian warga, terdapat dugaan bahwa upaya menguasai warisan Mardjuki:
- Telah berlangsung sejak tahun 2000, setelah Mardjuki meninggal.
- Melibatkan beberapa pihak mulai dari nenek tiri – menantu – cucu.
- Dan tidak berjalan sendiri, karena diduga ada oknum perangkat desa yang terlibat.
Upaya tersebut dinilai:
- Dipaksakan,
- mengikuti prosedur hukum yang timpang (janggal),
- Tidak didukung SHM atau dokumen autentik.
6. Putusan Pengadilan Agama Justru Ungkap Susunan Ahli Waris Resmi
Salinan putusan Pengadilan Agama menunjukkan susunan ahli waris yang berbeda dari surat keterangan waris yang diterbitkan Pemdes.
Dalam putusan itu:
- Jaenab dan Marmah → anak kandung Mardjuki (masing-masing 336/1.152)
- Suyatin → anak dari Suminah (100/1.152)
- Achmadun Zain & Wildan Yuliansyah → cucu (ahli waris pengganti) dari Yatimah (masing-masing 190/1.152)
Putusan ini menjadi dasar hukum resmi yang justru bertentangan dengan data waris versi pemdes, sehingga semakin menguatkan dugaan manipulasi.
KESIMPULAN AKHIR
Terdapat indikasi kuat bahwa:
- Dokumen waris yang dipakai untuk dasar eksekusi tidak sah dan diduga direkayasa.
- Eksekusi di lapangan cacat formil karena tidak didukung SHM, padahal SHM adalah bukti utama kepemilikan.
- Sertifikat yang dinyatakan “hilang” ternyata dipegang pembeli, memunculkan dugaan penyembunyian dokumen.
- Para pihak diduga mencoba menguasai tanah waris tanpa legalitas sah selama lebih dari 20 tahun.
- Putusan resmi Pengadilan Agama berbeda dengan surat waris versi pemdes, sehingga memperkuat dugaan manipulasi.
(Gading)

Komentar