TUBAN, JAVATIMES — Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban memicu diskusi panas di kalangan masyarakat dan pegiat kontrol sosial. Dewan Pimpinan Wilayah Teritorial (DPW) Jawa Timur LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) langsung merespons, menilai temuan tersebut sebagai cermin lemahnya tata kelola pemerintahan daerah.
Berdasarkan informasi yang beredar, KPK menemukan tiga poin krusial:
1. Ketidaksesuaian harga dan spesifikasi pengadaan tiang serta kap lampu PJU oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP).
2. Selisih data sebesar Rp2 miliar antara usulan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD dengan data Pemkab Tuban di Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).
3. Dugaan transaksi tidak semestinya dalam pengadaan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Tuban.
Sekretaris Wilayah GMBI Jatim, Yusuf, menyebut temuan ini sudah sesuai prediksi pihaknya sejak pengadaan PJU tahun 2021 hingga kini. Ia mengungkap, proyek tersebut “hanya” ditangani satu rekanan PT dengan produk bermerk dagang Bandell.
“Pada pengadaan tahun 2024, kami sudah melayangkan somasi kepada DLHP Tuban disertai dokumen dan bukti lengkap. Tapi nyatanya, tak ada perbaikan kinerja. Kini terbukti, proyek PJU DLHP masuk temuan strategis KPK,” tegas Yusuf.
Soal selisih Rp2 miliar pada Pokir, Yusuf mengingatkan pentingnya transparansi anggaran. Pokir, katanya, berfungsi menjembatani aspirasi masyarakat dengan kebijakan pembangunan daerah, dan diatur jelas dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 serta Permendagri Nomor 86 Tahun 2017.
“Jangan anggap selisih ini sekadar ‘miss’ atau salah hitung. Ini warning serius. Transparansi dan akurasi data anggaran itu wajib,” ujarnya, mengutip pernyataan salah satu ketua komisi DPRD Tuban.
Terkait LPSE, Yusuf mengaku menerima keluhan kontraktor lokal soal dugaan pelanggaran mekanisme tender yang dianggap formalitas belaka, dengan pemenang tender yang bisa ditebak sejak awal.
Ia mengapresiasi langkah KPK yang mendorong Inspektorat Tuban untuk melakukan audit menyeluruh. “Banyak pihak menilai praktik ini sudah seperti ‘tersistem’. Harus diurai demi keadilan dan keterbukaan,” tambahnya.
Namun, Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng S.P., memberi pandangan berbeda. Menurutnya, berdasarkan keterangan resmi, beberapa isu yang disebut sebagai temuan KPK justru tidak benar.
“Nggak ada itu, Insyaallah tidak ada temuan. Tapi tetap harus jadi evaluasi bersama, bukan untuk saling menyalahkan, melainkan memperbaiki tata kelola pemerintahan,” ujar Sugeng.
Sebagai tindak lanjut, GMBI Wilter Jatim berencana mengirimkan surat resmi kepada Inspektorat Tuban agar fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dijalankan maksimal—mulai dari perumusan kebijakan teknis, pengawasan, fasilitasi reformasi birokrasi, hingga pencegahan korupsi demi efisiensi dan akuntabilitas belanja daerah.
Publik Tuban pun diimbau tetap kritis namun proporsional, mengawal proses klarifikasi dan audit agar APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat.
(Gading)