Warisan Budaya Nyaris Punah, Desa Sambirejo Dorong Pengakuan sebagai Desa Adat -->

Javatimes

Warisan Budaya Nyaris Punah, Desa Sambirejo Dorong Pengakuan sebagai Desa Adat

javatimesonline
30 Mei 2025
Serangkaian bersih desa di Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk 

NGANJUK, JAVATIMES – Tradisi budaya yang telah mengakar sejak puluhan tahun di Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, kembali digelar dalam rangkaian acara Bersih Desa yang dipusatkan di Punden Mbah Ageng, Dusun Ngrajek, Jumat (30/5/2025). 


Acara ini menjadi bagian dari upaya pelestarian kearifan lokal, khususnya tradisi Gembyangan Waranggono yang menjadi ciri khas desa tersebut.


Sekretaris Desa Sambirejo, Awan Dwi Fauzi, mengungkapkan bahwa tradisi Gembyangan Waranggono memiliki nilai sejarah penting yang membedakan Sambirejo dengan desa lainnya.

“Gembyangan Waranggono ini dulunya digagas ulang oleh Bupati Ibnu Salam pada 1987. Sejak itu muncul istilah Wisuda Waranggono, namun kini kami kembalikan ke bentuk awalnya, yakni Gembyangan. Tujuannya untuk menguri-uri budaya agar tidak hilang,” ujar Awan saat ditemui di sela-sela acara.


Ia menegaskan bahwa Gembyangan Waranggono merupakan tradisi khas Dusun Ngrajek yang belum ditemukan di desa lain.

"Ini adalah cikal bakalnya Waranggono. Tradisi ini hanya ada di sini," tambahnya.


Sebagai bentuk keseriusan melestarikan budaya, Pemerintah Desa Sambirejo telah mengajukan diri untuk mendapatkan status sebagai Desa Adat. 


Berbagai langkah telah dilakukan, mulai dari pengajuan resmi ke Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), hingga koordinasi dengan Dewan Kesenian Nganjuk (DKN) dan Badan Kesenian Nganjuk.

“Kita sudah menggelar tujuh kali sarasehan, dan saat ini prosesnya sedang berlanjut di tingkat universitas. Sudah ada MoU juga. Kita serius ingin Sambirejo diakui sebagai Desa Adat,” jelas Awan.


Namun, Awan menyayangkan minimnya dukungan dari pemerintah kabupaten sejauh ini.

“Responnya masih kurang. Sampai sekarang belum ada tanggapan konkret. Harapan kami, pada puncak acara nanti, khususnya saat selawat tanggal 7, para pejabat daerah bisa hadir dan menunjukkan dukungan nyata,” katanya.


Desa Sambirejo sendiri memiliki potensi budaya yang kaya, mulai dari seni langen tayub yang masih dilestarikan oleh sanggar-sanggar tari lokal, hingga situs bersejarah seperti Sumur Mbah Ageng dan Sumur Mbah Budho. Bahkan, sejarah desa ini telah tercatat dalam buku sejarah.


Sayangnya, regenerasi pelaku budaya di desa tersebut mulai menurun. Awan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa budaya warisan leluhur ini akan tergerus zaman jika tidak segera didukung secara serius oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah.

“Filosofi Nyadran ini adalah membangun kembali kebudayaan yang nyaris punah. Kami tidak ingin budaya ini hilang begitu saja tanpa bisa diwariskan ke generasi berikutnya,” tegas Awan.


Pemerintah Desa Sambirejo berharap, melalui pengakuan sebagai Desa Adat, mereka bisa lebih leluasa dalam mengembangkan, melestarikan, sekaligus mempromosikan kekayaan budaya lokal agar tetap hidup dan relevan di masa depan.



(AWA)