![]() |
| Ilustrasi area persawahan |
NGANJUK, JAVATIMES — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di tubuh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang kembali menyeruak dan memicu kegelisahan para pesanggem. Di wilayah Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk—yang berada dalam pengelolaan KPH Jombang—para pesanggem mengaku dipaksa membayar biaya sharing hingga Rp1.000.000 per hektare setiap panen. Jika dalam setahun terjadi dua kali panen, total setoran mencapai Rp2.000.000 per hektare per tahun, angka yang dinilai memberatkan dan tidak transparan.
Informasi tersebut disampaikan oleh seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya—sebut saja Sumber—saat ditemui tim awak media pada Rabu (3/12/2025) pagi.
Setoran Ditentukan Sepihak, Tanpa Musyawarah
Menurut Sumber, pola tanam para pesanggem sebenarnya telah berlangsung puluhan tahun, di mana tanam pertama November–Desember dengan panen Februari–Maret, dan tanam kedua Maret–April dengan panen Juli–Agustus. Namun yang membuat mereka geram adalah kewajiban setoran sharing yang ditetapkan secara sepihak.
“Besaran sharing langsung dipatok oleh Mandor atau Polhut. Tidak ada sosialisasi, tidak ada rembug, tidak ada dasar yang jelas. Kami hanya disuruh bayar, titik,” tegas Sumber.
Pembayaran dilakukan setiap selesai panen, setelah hasil terjual. Ironisnya, uang tersebut hanya diserahkan kepada Mandor, Polhut, atau melalui LMDH—namun tanpa kuitansi, tanpa tanda terima, tanpa bukti resmi apa pun.
“Kami hanya bisa percaya pada catatan mereka. Semua uang masuk tanpa bukti. Kalau kemudian ada selisih atau uang hilang, kami tidak punya pegangan apa-apa,” keluhnya.
Legalitas Lahan Lemah, Pesanggem Rentan Sengketa
Selain pungli, pesanggem juga menghadapi masalah serius terkait legalitas. Identitas mereka hanya dituliskan pada patok kayu yang dipasang Mandor atau Polhut, tanpa dokumen resmi dari Perhutani. Kondisi ini membuka ruang sengketa lahan, perebutan garapan, hingga praktik jual-beli lahan ilegal di lapangan.
Pengakuan Pesanggem Lain: Bayar Rp150.000 untuk 1/8 Hektare
Kisah senada disampaikan Nara (nama samaran), pesanggem asal Kecamatan Ngluyu. Ia mengaku diwajibkan membayar Rp150.000 per tahun untuk lahan seluas 1/8 hektare.
“Kalau satu hektare ya tinggal dikalikan. Jadinya sekitar Rp1,2 juta per tahun,” jelas Nara.
Nara menuturkan, pembayaran tetap dilakukan melalui orang yang ditunjuk Mandor, tanpa bukti penerimaan apa pun.
“Bayarnya ke orang lain, tapi ya orangnya Mandor,” ujarnya.
Meski keberatan, Nara tidak punya pilihan.
“Karena butuh lahan buat garapan, ya saya mau-mau saja bayar,” tambahnya.
KPH Jombang Bungkam
Upaya konfirmasi dilakukan tim media kepada Humas KPH Jombang, Kristiyanto, namun hingga berita ini diturunkan tidak ada respons. Pesan WhatsApp hanya terlihat dibaca, sementara panggilan telepon tidak diangkat.
Sikap bungkam ini semakin mempertebal dugaan adanya praktik pungli yang telah berlangsung lama dan merugikan masyarakat kecil—masalah serius yang kini menunggu penanganan tegas dari pihak berwenang.
(AWA)

Komentar