JOMBANG, JAVATIMES – dibalik Kasus dugaan penculikan terhadap Edi Saputro, warga Desa Tinggar, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, kini menyeret kisah memilukan. Tak hanya Edi yang menjadi korban kekerasan dan intimidasi, istrinya, Nur Asyifatut Tawadiah yang biasa di panggil Sifa, seorang buruh pabrik (PT Wahana Sejahtera Food) dan ibu rumah tangga sederhana, juga menjadi sasaran pelecehan dan tekanan dari pelaku.
Sebelum penculikan terjadi, Agus, yang kini menjadi terduga pelaku utama, diduga menelpon Nur Asyifatut dan meminta agar dirinya dijadikan jaminan utang suami. Bahkan, Agus sempat mengajak Sifa ke Kediri malam hari dengan alasan “menyelesaikan masalah”.
“Saya ditelepon Agus, disuruh jadi jaminan utang suami. Katanya malamnya mau dijemput untuk dibawa ke Kediri. Saya jawab, saya bukan barang yang bisa dijaminkan! Saya perempuan, saya punya harga diri. Saya tidak pantas keluar malam tanpa suami, selain itu Agus juga telah melecehkan profesi sebagai buruh pabrik " bojomu tinggalen tak ramut ae dadi bojoku no 2, atase buruh pabrik ae akeh sing gak genah faham aku Karo arek pabrik" ,cerita Sifa dengan suara bergetar menahan marah.
“Kami ini orang kecil, tapi kami punya harga diri. Saya ingin hukum benar-benar berpihak pada yang tertindas,” tutup sifa dengan nada getir.
Pernyataan sifa membuka tabir baru bahwa kasus ini bukan sekadar penculikan, tetapi juga bentuk pelecehan terhadap perempuan dari keluarga berekonomi lemah.
Beberapa hari kemudian, tepat selasa sore sekitar pukul tiga usai salat ashar, Agus bersama tiga temannya datang ke rumah korban. Saat itu, Edi masih mandi.
“Agus nanya ‘mana Edi’, saya jawab masih mandi. Setelah keluar, suami saya langsung diajak pergi. Saya sempat bilang ‘jangan diapa-apain suami saya’, Agus bilang ‘tenang, di sana ada perangkat desa’. Tapi setelah pulang, suami sya terlihat trauma. Saya tidak terima, saya benar-benar marah!” ungkap sifa dengan nada tegas, matanya berkaca-kaca.
Edi sendiri mengaku disekap di kandang sapi milik Jamaludin, warga Dusun Sanggrahan, Desa Karangpakis, Kecamatan Purwoasri, Kediri. Di tempat itu, ia diintimidasi dan diancam dibacok oleh Jamaludin yang mengacungkan clurit sambil menyombongkan diri sebagai orang kaya dan berkuasa.
“Dia bilang, ‘, mbok kiro gak wani ta aku mbacok awakmu.’ Sambil ngacungno clurit ke arahku. Aku cuma bisa diam, takut mati,” kata Edi mengenang peristiwa itu.
Lebih lanjut Edi menceritakan tentang Jamaludin yang sempat menyombongkan diri, lak trimakno dwet 100-200 JT satu dua hari ISO nggolekno aku lak di gae nutup masalahku (apabila terjadi pembacokan) cerita edi
Kini, Edi berencana melaporkan kembali unggahan di Facebook, pelecehan dan pengancaman yang diduga menjadi bagian dari rencana penculikan.
Unggahan di Facebook menampilkan fotonya yang diunggah akun Birsufa Evifatik, diduga istri salah satu pelaku.
“Saya ingin semuanya diusut. Dari yang nyebar foto sampai yang nyulik hingga yang mengancam mau membunuh. Saya mau keadilan ditegakkan, saya ini cuma rakyat kecil, tapi bukan berarti bisa diinjak-injak,” ujarnya tegas.
Kasus ini mengundang keprihatinan publik. Pakar hukum pidana Anang Hartoyo, S.H., M.H. menilai, tindakan meminta perempuan menjadi jaminan dan membawa korban secara paksa sudah masuk dalam kategori tindak pidana berlapis, yakni penculikan, intimidasi, dan pelecehan martabat perempuan.
“Tidak ada dasar hukum yang membenarkan perempuan dijadikan jaminan utang. Ini bentuk pelecehan dan pelanggaran hak asasi manusia. Jika terbukti, pelaku bisa dijerat pasal berlapis, termasuk UU Perlindungan Perempuan dan KUHP tentang perampasan kemerdekaan,” tegas Anang
Pihak keluarga kini menuntut proses hukum yang tegas dan transparan, bukan hanya bagi pelaku penculikan, tapi juga terhadap siapapun yang ikut mempermalukan dan mengancam keluarga kecil itu.
(Gading)

Komentar